Langsung ke konten utama

[DIMENSI IBU]

Setiap selesai shalat subuh dimasjid yang tak jauh dari rumah panggung itu, selalu saja si adik menarik lengan saya seraya berucap " Kita sarapan dulu sebelum ibu berangkat ke pasar ". Kami temui ibu didapur yang sedang menyiapkan kue apem yang masih hangat untuk dibawanya kepasar. Selesai memarutkan kelapa dan menaburinya diatas apem yang sudah berjejer diatas piring, ibu menyodorkan dihadapan kami yang sudah duduk rapih bersila saling berhadapan. "Kalian sarapan dulu, biasakan ini sebelum melakukan pekerjaan lain. Ibu pergi kepasar dulu, nanti siang makan disini lagi".

Begitulah nurani seorang ibu. Seberat apapun bebannya, sepadat apapun aktifitasnya, serumit apapun yang dipikirkannya, kehangatan kasih sayang dan kelembutan cintanya tak mungkin bisa ia sembunyikan. Bahkan terkadang kita menyangsikan karena kemauan yang tak ia turuti, keinginan yang sesekali ia tak kabulkan. 

Saya melihat aura itu bukan hanya pada ibu kandung semata. Saya sering berkunjung bahkan menginap dirumah teman atau kenalan, selalu getaran yang sama terasa, empati serupa dipertunjukan dan ruang dimensi kehangatan yang selalu tak terbendung dan dielakkan.

Jika hal itu belum pernah kalian rasakan, coba koreksi kedalam lebih jauh. Bisa jadi ada satu dua titik noda yang menggerogoti hati. Hapus ia segera sebelum terlambat merasakan dan membalas kasih sayang ibu.

3 Maret 2019
#InspirasiWajahNegeri 
www.inspirasiwajahnegeri.blogspot.com

*) Foto : jepretan kamera negatif film februari 2004 (saat itu kamera digital masih langka, apalagi HP berkamera)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[KARTINI]

KARTINI, banyak sejarah kehidupannya yang kadang "digelapkan" oleh rezim yang pernah berkuasa di negeri ini. Kartini (1) Sejarah yang ditulis penguasa telah menunggangi pemikiran2 kartini untuk maksud yang sama sekali bertentangan dengan cita2 murni kartini. Kartini (2) Betapa emansipasi dan feminisme dijadikan berhala oleh banyak perempuan Indonesia dengan mengatasnamakan Kartini. Padahal bukan itu yang hendak dicapai kartini. Kartini (3) Kekritisan kartini talah terlihat sejak kecil ketika kebiasaan tempo dulu untuk memanggil guru ngaji ke rumah  untuk mengajar membaca dan menghafal al-qur'an tidak disertai dengan terjemahan,kartini tidak bisa menerima hal tersebut. dia menanyakan makna ayat2 yang diajarkan. Bukan jawaban yang didapat, malah sang guru memarahinya. Kartini (5) Kyai sholeh kemudian tergugah untuk menterjemahkan Al-Qur'an kedalam bahasa jawa. Di hari pernikahan kartini kyai sholeh menghadiahinya terjemahan  Al-Qur'an ( Faizhur Rahma...

[MENOLAK TAKLUK]

Jenderal Soedirman pastinya tau benar akan penyakit komplikasi Tuberkulosis yang merusak paru-parunya dan ia bawa bergerilya keluar masuk hutan hingga harus ditandu naik turun bukit. Saya yakin setiap dokter akan menyarankannya Istirahat. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Soekarno juga bukan orang yang tidak mengerti akan penyakitnya saat menolak operasi ginjal. Namun ia tetap memilih masih menjalankan pemerintahan republik  padahal iya mengalami hipertensi yang dipengaruhi ginjalnya, ginjal kiri tidak berfungsi maksimal sedang fungsi ginjal kanan tinggal 25%. Ada juga penyempitan pembuluh darah jantung  pembesaran otot jantung bahkan gejala gagal jantung. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? RA Kartini tak berhenti berjuang lewat literasi dengan berkorespondensi walau ia kemudian mengalami pre-eklampsia (tekanan darah tinggi saat kehamilan, persalinan atau nifas) saat melahirkan anak pertama dan satu-satunya. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Pernahkan ki...

[SURAT JURU BICARA LISAN DAN HATI]

Setelah mengundurkan diri dari posisi wakil presiden mendampingi Soekarno akibat perbedaan pandangan, bukan berarti membuat hubungan Hatta dengan pasangan dwi tunggalnya itu benar-benar terputus. Persaudaraan dan persahabatan diantaranya tetap berjalan, salah satunya Hatta masih menulis surat-surat masukan pada presiden Soekarno, selain tulisan-tulisannya di koran. Entah apakah surat itu dibaca atau diterima pesan didalamnya. 1902, perempuan 23 tahun ini banyak menuliskan perasaan dan pikiran keseorang wanita dibenua Eropa nun jauh dari Indonesia. Korespondensi mereka tak kurang dari 115 pucuk surat yang kemudian dihimpun menjadi buku "Habis Gelap Terbitlah Terang". Mereka berdua adalah RA Kartini dan Nyonya Rosa Abendanon-Mandri, istri Direktur Pendidikan, agama dan industri Hindia Belanda. Banyak orang yang tidak dapat mengungkapkan perasaan dan masukan secara langsung pada orang lain, hingga diperlukan media pesan dengan secarik kertas. Surat, sebuah saksi pera...