Setiap selesai shalat subuh dimasjid yang tak jauh dari rumah panggung itu, selalu saja si adik menarik lengan saya seraya berucap " Kita sarapan dulu sebelum ibu berangkat ke pasar ". Kami temui ibu didapur yang sedang menyiapkan kue apem yang masih hangat untuk dibawanya kepasar. Selesai memarutkan kelapa dan menaburinya diatas apem yang sudah berjejer diatas piring, ibu menyodorkan dihadapan kami yang sudah duduk rapih bersila saling berhadapan. "Kalian sarapan dulu, biasakan ini sebelum melakukan pekerjaan lain. Ibu pergi kepasar dulu, nanti siang makan disini lagi".
Begitulah nurani seorang ibu. Seberat apapun bebannya, sepadat apapun aktifitasnya, serumit apapun yang dipikirkannya, kehangatan kasih sayang dan kelembutan cintanya tak mungkin bisa ia sembunyikan. Bahkan terkadang kita menyangsikan karena kemauan yang tak ia turuti, keinginan yang sesekali ia tak kabulkan.
Saya melihat aura itu bukan hanya pada ibu kandung semata. Saya sering berkunjung bahkan menginap dirumah teman atau kenalan, selalu getaran yang sama terasa, empati serupa dipertunjukan dan ruang dimensi kehangatan yang selalu tak terbendung dan dielakkan.
Jika hal itu belum pernah kalian rasakan, coba koreksi kedalam lebih jauh. Bisa jadi ada satu dua titik noda yang menggerogoti hati. Hapus ia segera sebelum terlambat merasakan dan membalas kasih sayang ibu.
3 Maret 2019
#InspirasiWajahNegeri
www.inspirasiwajahnegeri.blogspot.com
*) Foto : jepretan kamera negatif film februari 2004 (saat itu kamera digital masih langka, apalagi HP berkamera)
Komentar
Posting Komentar