Langsung ke konten utama

[CORONA, LOMPATAN SUNYI]

Covid-19 sebuah batu lompatan, bukan arus yang menenggelamkan

Virus Corona tanpa suara dan gaduh aktivitasnya, namun nyata serta menghebohkan jagad. Setidaknya dalam beberapa bulan terakhir dan kedepan tentunya. Banyak perekonomian rakyat biasa hingga negara adidaya tergoncang, tubuh-tubuh kekar roboh, para medis berguguran, hingga aktifitas sosial yang lengang.  Sesunyi Corona dalam menyebar ke segala antero jagad.

Corona menyadarkan kita bahwa sebuah gerakan tak selamanya harus riuh dan berisik, karena yang diperlukan adalah hasil, efek dan daya pengaruhnya pada sekitar. Makin besar dan luas radius keberasaan terhadap sekeliling, semakin luar biasa berarti keberadaannya. Corona laku sunyi sebuah efek lompatan aktifitas dalam kacamata kehebatan virus.

Lalu apa efek lompatan pada manusia yang dalam hal ini sebagai "korban"?. Ada kesadaran kolektif yang masif bahwa virus dan bakteri itu ada dan penyakitnya harus dilawan dengan pola hidup bersih yang selama ini banyak disepelekan umat manusia, ada lompatan melek teknologi dengan alih fungsi dan aktifitas langsung ke dunia Maya dan online, ada gelombang besar kembali kerumah dalam waktu yang panjang untuk menebus semua hak seisi rumah yang kadang tergadai oleh aktifitas rutinitas diluar sana, kembali makin hangatnya hubungan pada orang-orang tercinta karena khawatir keberadaan mereka bahkan takut kehilangan selamanya, ada kecepatan berpikir diluar kebiasaan pada para pemimpin untuk menangani wilayah dan warganya, ada kekuatan spiritual yang hebat dalam ibadah dan do'a yang kian khusyu melangit serta makin dekat jarak kita dengan Sang Rabb.

Bagi saya selain banyak hal negatif yang kita rasakan efek dari Corona pada kemanusiaan. Ini membuat kita menjadi banyak melakukan lompatan dari kebiasaan sebelumnya, tak boleh takluk dan pasrah hingga tenggelam bersama arus Corona yang pasti memiliki titik batas kekuatan dan waktu merajai dunia.

26032020
#IWANWahyudi 
#MariBerbagiMakna 
#inspirasiwajahnegeri #reHATIwan 
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me