Langsung ke konten utama

[SUARA]

Dalam periode lima tahunan suara menjadi barang yang sangat di cari-cari baik itu dalam kontestasi pemilihan Presiden, Anggota Legislatif pusat maupun daerah, kepala daerah, kepala desa-dusun-lingkungan-RW/RT, ketua ormas, asosiasi profesi dan olahraga, organisasi paguyuban dan Lembaga. 

Suara dibutuhkan untuk dukungan saat menjadi pemimpin dan penguasa, namun pasca pemillihan kadang suara sekeras apapun teriakannya hanya ibarat berteriak ditengah laut. Tagihan janji saat suara kampanye penguasa kadang tak mendapat ruang, tak jarang para pemilih harus bersuara dengan ala rakyat dijalanan saat ruang hirarki pengambil kebijakan tuli dan tuna nurani.

Menghargai suara bukan dengan selembar kertas biru lima pululuh ribu atau lembar merah seratus ribu rupiah. Jika hal itu terjadi maka suara akan kehilangan makna, harga diri dan nyawanya. Tapi menghargai suara dengan mewujudkan suara janji saat kampanye, mendatangi pemilik suara bukan lima tahunan saat membutuhkan pemilih. 

Maknai setiap suara seperti susah payahnya mereka menggunakan hak-kewajibannya dengan harus meninggalkan pekerjaan satu-satunya pengisi perut mereka dan keluarga saat pencoblosan. 

Menghargai suara agar suara kita tidak ditipu dan menguap karena dimanipulasi sehingga pemimpin yang terpilih tak seideal dan sesuai harapan  rakyat. Setelah memastikan calon pemimpin anda lolos ikut kontestasi, pastikan pula suara anda juga baik-baik saja, terdaftar, terverifikasi, mendapat undangan memilih dan terhitung tepat terhadap pilihan anda.

13022018 09:08 Cordova 03
#IWANWahyudi 
#MariBerbagiMakna 
#InspirasiWajahNegeri 
#KomunitasGerimis 
www.iwan-wahyudi.net

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me