Langsung ke konten utama

[ SANG PETANI PROTEIN TANPA PACUL ]

Cara "bertani " Arief Budi Witarto, 32 tahun, sungguh tak lazim. Ia tak memakai pacul, melainkan mikroskop. Lahan cocok tanamnya pun bukan sawah, melainkan laboratorium. Namun, pria kelahiran Lahat, Sumatera Utara, ini suka menyebut pekerjaannya sebagai bertani. Lebih tepatnya "bertani protein ".
"Itu padanan molecular farming, karena molekul yang dimaksud adalah protein, " penyandang gelar doktor bidang rekayasa protein itu. Profesi ini terbilang langka. Ahli rekayasa protein di Indonesia bisa dihitung dengan sebelah tangan.
Tulisan diatas saya baca di majalah Gatra edisi khusus 100 tokoh Indonesia Agustus 2003, namanya sejajar dengan Warsito penemu rompi anti kanker dimajalah yang sama. Imajinasi saya sebatas mereka orang pandai yang dimiliki bangsa ini, kurang yakin berharap bertemu fisik. 

Tahun 2017 takdir Allah SWT mengaruniai saya bertemu dengan beliau di Universitas Teknologi Sumbawa (UTS). Sepanjang waktu itu hingga hari ini saya ngilmu pada beliau di Sekolah Pasca Sarjana UTS Program Studi Manajemen Inovasi dan Sempat ngilmu juga dengan DR. Warsito disalah satu kuliah umumnya tahun 2018.
Beliau Direktur Pasca Sarjana UTS, dan program studi Manajemen Inovasi masuk salah satu prodi inovatif dan visioner (bahasa anak sekarang prodi kekinian, ini versi Dikti loh bukan Hoax dan pencitraan). 

Kekinian bukan casing saja tapi juga isi. So, ayo kuliah di UTS gapai sebagian cita-cita hidupmu di kaki bukit Olat Maras Sumbawa ini. Hanya orang-orang pilihan yang bisa masuk, belajar, berkarya dan raih gelar sarjana disini. Pastikan satu diantaranya adalah Kamu.

28012018
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me