"Tahajud yuk".
Sebuah pesan singkat melalui SMS itu selalu masuk antara jam 3 hingga 4 dini hari. Hampir setiap hari. Sejak saya diminta membantu beliau di wilayah pada tahun 2008 silam.
Saat itu belum ada BBM atau android, paling banter komunikator. HP keluaran Nokia yang bisa tersambung saluran internet. Cuma pejabat atau orang berada yang memilikinya. Sekelas saya dan kebanyakan orang cuma HP dengan fasilitas telpon dan SMS saja.
Waktu KKN di Sumbawa lima tahun sebelumnya saya membaca sebuah artikel berjudul "Shalat Malam Seluler (SMS)". Masa itu saya belum punya HP. Tulisan itu membahas perihal para aktivis saling membangunkan shalat malam, terutama shalat Tahajud dengan SMS lewat telpon seluler yang dimilikinya. Nah, artikel ini baru saya rasakan pengamalannya ketika beliau mengirim pesan singkat pada sepertiga akhir malam.
Entah kepada saya saja atau semua tim yang membantu beliau di wilayah juga mendapatkan pesan istimewa itu. Saya tidak pernah konfirmasi atau bertanya pada para ustadz dan teman tim lainnya.
Pesan itu biasanya saya jawab dengan dua opsi. "Alhamdulillah sudah ustadz" atau "Baik ustadz". Tentu jawaban ini hanya bisa dikirim sebelum azan Subuh berkumandang. Percuma menjawabnya setelah waktu itu, karena sudah pasti kelolosan shalat Tahajud.
SMS shalat Tahajud itu kemudian membuat diri terbiasa. Ibarat alarm yang awalnya memaksa, berat hingga kemudian menjadi tradisi. Walau tak ada berbunyi SMS yang masuk, pesan singkat yang memecah keheningan sepertiga akhir malam, tubuh sudah terkondisikan.
SMS alarm Tahajud itu berasal dari guru kami, TGH. Musleh Kholil. Pimpinan Pondok Pesantren Al-Muwahhidin, Lelede, Lombok Barat yang kemarin siang berita wafatnya serasa mengagetkan. Beliau orang baik dan menebar kebaikan.
Komentar
Posting Komentar