Langsung ke konten utama

196 [GERAKAN DAN TULISAN]



“Tulis apa yang Anda gerakan dan gerakan apa yang Anda tulis.”

Bertemu kembali dengan Bang Abdul Hayyi, ibarat memutar kembali memori 18 tahun silam. Pada tanggal 11 Februari 2007M/23 Muharram 1428H saya menandatangani Surat Keputusan KAMMI Daerah NTB Nomor: 03/SK/KU-i/VI. KD-5/KAMMI/II/2007 yang mengukuhkan Susunan Kepengurusan KAMMI Komisariat Lombok Timur 2007-2008. Nahkoda pertama Komisariat ini di pimpin oleh Safarudin Ibn Harman (almarhum) UGR di dampingi Sekretaris Abdul Hayyi Zakaria STKIP Hamzanwadi.


Sejak itu intensitas komunikasi antara kami begitu sering. Setelah menjadi alumni, seingat saya tahun 2016 baru bertemu lagi dengan beliau di Pondok Pesantren Al-Madani, tempatnya bersama sang kakak berkhidmat. Ketika itu saya mengantar buku karya pertama saya. 

Saya banyak menjumpai beberapa organisasi di daerah, jika ditanya sejak tanggal berapa organisasi Anda di deklarasikan dan memiliki kepengurusan di daerah? Hampir semua menyebut tanggal lahir organisasi di pusat. Apalagi bila ditanya lebih lanjut nomor SK dan sebagainya.

Ini menjadi sesuatu yang mengelisahkan, saat manajemen pengarsipan dan wawawan sejarah gerakan lemah. Oke lah organisasi ini bukan sejarah sebuah negara, jadi tidak penting. Karena tidak banyak yang menganggap penting dan tidak ada urusan menuliskannya itu, jadi perlu ditulis. Hingga generasi selanjutnya tidak asal bercerita dengan imajinasinya masing-masing tanpa dalil fakta. Lihat pemerintahan sekarang ingin menulis ulang buku sejarah, agak rebut karena berdasarkan fakta dan data mana yang akan menjadi rujukan. Akhirnya berlaku ungkapan, “Penulisan sejarah tergantung ‘selera’ penguasa.”

Dalam organisasi antara rencana dan realitas dapat didekatkan jika apa yang ditulis dapat digerakan. Mewujudkan apa yang diprogramkan, membumikan apa yang ada dilangit pikiran dan harapan. 

Gerakan dan tulisan ini menjadi diskusi menarik ketika akhir bulan lalu, 31 Mei 2025 saya kembali menyambangi beliau di Ponpes Al-Madani. Cakupannya bahkan kami kecilkan pada tataran Ponpes juga. Ada heorisme dan keteladanan dalam bergerak dan beramal yang tumbuh sejak Ponpes mulai didirikan hingga keberadaannya hari ini. Namun, kadang tak sempat didokumentasikan dalam bentuk tulisan, kecuali kebutuhan administrasi perizinan dan akreditasi. 

Dokumen administrasi tidak semua mengikat ruh dan emosi dinamika pertumbuhan sebuah gerakan. Sebatas formalitas saja. Kadang kita telat menyadari ketika para pendirinya satu demi satu tiada, namun belum sempat mengulik lebih dalam cerita dan mencatat lebih utuh keteladanannya.

Saya bersyukur pernah menggandakan lebih beberapa arsip administrasi gerakan. Selain yang memang dikumpulkan menjadi arsip organisasi. Minimal yang terkait pada masa saya mendapat amanah memimpin. Setidaknya tidak bercerita mengandalkan ingatan semata, tapi didukung oleh fakta tertulis. Karena kita tidak lagi tinggal pada masa prasejarah yang belum mengenal tulisan.

Catat sejarah mu sendiri, karena tidak semua orang mau dan akan menuliskannya kembali.

Cordova Street A-03, 20 Juni 2025
#MariBerbagiMakna #reHATIwan #reHATIwanInspiring #MemungutKataKata #Gerimis30Hari #Gerimis_Juni25_26 #IWANwahyudi #Gerakan #Tulisan
@gerimis30hari @ellunarpublish_ @rehatiwan @rehatiwaninspiring 
www.rehatiwan.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

07 [EMAS ACEH UNTUK INDONESIA] Gerimis Desember

  Pada 16 Juni 1948, Presiden Soekarno berpidato di Kutaraja (sekarang Banda Aceh), salah satu isinya meminta rakyat Aceh menyumbang untuk Republik yang masih rentan karena kekosongan kas negara. Kemudian para Teungku dan tokoh Aceh ikut turun tangan, diantaranya Teungku Muhammad Daud Beureueh dengan pengaruhnya dan Teungku Nyak Sandang yang saat itu masih berusia 23 tahun, berinisiatif menjual emas dan tanah miliknya. Kemudian diikuti oleh para saudagar kaya Aceh hingga rakyat kecil pun banyak berkontribusi menyumbang emas yang disimpannya secara sukarela.   Pada akhir kunjungannya 20 Juni 1948 dari rakyat Aceh terkumpul 20 kilogram emas dan setidaknya tidak kurang 120 ribu dolar Singapura untuk membeli sebuah pesawat Dakota pertama milik republik yang diberi nama RI-001 Seulawah. (Buku “Pemuda Inspirasi Wajah Negeri” halaman 22-23). Banjir dan longsor yang menimpa Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Utara akhir bulan November lalu memakan korban lebih dari 900 jiwa meninggal ...

13 [SAKIT DAN MINDSET] Gerimis Desember

  Akhirnya harus konsultasi ke dokter setelah tiga hari mencoba survive dengan batuk dan radang tenggorokan. Biasa akhir-akhir ini penyakit musim cuaca tak menentu banyak mencari tempat di masyarakat, macam batuk, flu, radang, demam dan sekawanan nya. Dan saya beruntung beberapa dokter tempat meminta "racikan" penyembuh selalu memberi ruang bertanya dan dapat pencerahan lebih banyak dari waktunya memeriksa di atas ranjang pemeriksaan. Saya sampaikan, coba-coba saya lihat di dunia maya tentang sakit yang diderita. Terkait penyebab, gejala, efek samping dan pengobatannya. Si dokter memberi saran agar tidak sepenuhnya mengikuti hal itu. Sebab tanpa didasari pemeriksaan terhadap pasien yang membaca, tiap pasien tidak sama persis gejalanya. Apalagi kemudian video-video di media sosial itu mempengaruhi mindset dan alam bawah sadar hingga menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan berlebihan pada sakit yang di derita. Ujungnya kepikiran dan membuat tubuh lebih cepat drop. Kami tutup ...

12 [BUKU KARYA KOMUNITAS] Gerimis Desember

  Buku karya para pegiat menulis tentu sudah biasa. Buku karya komunitas literasi, itu harus karena merupakan pembuktian. Buku tulisan komunitas menulis, tidak aneh. Yang malahan aneh jika komunitas menulis tidak memproduksi tulisan dan melahirkan buku karya. Bulan lalu alhamdulillah bersua dengan buku "Bukan Kisah Biasa, Perjalanan Cinta Para Pejuang Al-Qur'an" dan berjumpa salah seorang penulisnya Mbak Rahayu Praya Ningsih . Bukunya masih hangat, terbit bulan November lalu. Berisi 25 tulisan dari 14 penulis pegiat Al-Qur'an pada Graha Alquraniyah Mataram. Isinya terkait kisah-kisah inspiratif dan berenergi yang tercecer dari aktivitas mereka pada zona pengabdiannya tersebut. Walau saya dulu pernah membaca cemoohan seorang akademisi, "Nulis buku kok banyak sekali penulisnya?". Saya dalam hati bertanya balik, "Emang ada larangannya dan haram?". Mungkin si akademisi lupa ini buku, bukan jurnal yang punya batasan jumlah penulis. Selalu angkat to...