Langsung ke konten utama

189 [SATU DEKADE]

 


Semalam dalam acara bedah buku "Heterarki Masyarakat Muslim Indonesia", alhamdulillah saya bersua kembali dengan dua sosok ini. Saya lebih suka menyebut acara semalam bincang buku, lebih ringan, renyah dan santai rasanya dibandingkan bedah buku.

Bincang buku di teras depan Hokkian Kopi @hokkian.88 , bukan di ruang dalam. Lokasi yang terletak di antara Asrama Haji NTB dan Gedung DPRD Kota Mataram itu semalam ramai dan padat dengan kendaraan dan manusia yang menjemput kedatangan jama'ah haji. Walau menggunakan pengeras suara, tetap saling tenggelam dengan suara musik para pedagang kaki lima yang juga mengais rezeki memanfaatkan momen keramaian itu.

Peserta bincang buku tak lebih dari 25 orang. Mereka dari beragam latar belakang. Ada birokrat, lawyer, akademisi, pengiat literasi, entrepreneur, hingga mahasiswa. Acara resmi ditutup oleh moderator pukul 00.00. Sebagian pulang, setengahnya masih melanjutkan obrolan dengan beliau berdua tentunya, hingga mendekati pukul 01.00 dini hari.

Aktivisme semacam ini mengingatkan kembali saat saya pertama kali berjumpa dan mengenal dua sosok yang bukunya kami bincangkan semalam, 10 tahun silam. Di sebuah rumah di pinggir jalan seputaran Ampenan yang beliau berdua sulap menjadi tempat nongkrong ngopi dan baca buku. Iya, Kalikuma Buku dan Kopi (agak lupa nama tepatnya). Ada hampir seribu judul buku yang tertata menjadi perpustakaan mini pada rak di lantai satu dan dua rumah itu.

Acara diskusi formal acap kali digelar, belum lagi diskusi dua tiga orang yang janjian berjumpa di sana kemudian yang lain ikut nimbrung. Hampir tiap malam. Ada juga yang menjadikan ruang tengah sebagai tempat rapat, tanpa mengganggu pengunjung lain di ruang depan dan halaman.

Acara semalam menjadi semacam nostalgia rasa bagi saya. Apa bisa acara di gedung pertemuan atau di aula kampus biar tidak terlihat "pinggiran"? Pasti bisa dong dengan kapasitas mereka berdua. Tapi itulah bedanya. Beliau berdua hari ini, tak beda dengan 10 tahun silam.

Padahal sekarang mereka berdua sudah menjadi Guru Besar pada UIN Mataram. Pengukuhan duet suami istri ini dilakukan pada tanggal 16 November 2022 lalu dengan pidato pengukuhan bersama dengan judul: "Heterarki Masyarakat Muslim Bima (dan) Indonesia: dari Kuasi-Hegemoni ke Agensi Kolektif". Tapi, tak enggan menghadiri diskusi ala tongkrongan seperti semalam. Mereka malah menceritakan saat studi di Amerika, diskusi macam ini mengingatkannya pada suasana di New York. Bising di kiri dan kanan tak menganggu suasana perbincangan.

Mereka berdua adalah Aba Du Wahid AW1 dan Bu Atun Wardatun AW2. Bagi saya beliau salah satu "telaga literasi" bagi kami yang lebih junior. Terkait "Telaga Literasi" ini bisa di baca pada Buku "Hidup Adalah Catatan" karya saya yang akan segera terbit. Mohon do'a para Facebookers. Satu pertanyaan yang tak pernah lupa dilontarkan pada saya tiap jumpa, "Buku apa yang baru terbit atau sedang ditulis?"


Cordova Street A-03, 16 Juni 2025
#MariBerbagiMakna #reHATIwan #reHATIwanInspiring #MemungutKataKata #Gerimis30Hari #Gerimis_Juni25_16 #IWANwahyudi
@gerimis30hari @ellunarpublish_ @rehatiwan @rehatiwaninspiring
www.rehatiwan.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

07 [EMAS ACEH UNTUK INDONESIA] Gerimis Desember

  Pada 16 Juni 1948, Presiden Soekarno berpidato di Kutaraja (sekarang Banda Aceh), salah satu isinya meminta rakyat Aceh menyumbang untuk Republik yang masih rentan karena kekosongan kas negara. Kemudian para Teungku dan tokoh Aceh ikut turun tangan, diantaranya Teungku Muhammad Daud Beureueh dengan pengaruhnya dan Teungku Nyak Sandang yang saat itu masih berusia 23 tahun, berinisiatif menjual emas dan tanah miliknya. Kemudian diikuti oleh para saudagar kaya Aceh hingga rakyat kecil pun banyak berkontribusi menyumbang emas yang disimpannya secara sukarela.   Pada akhir kunjungannya 20 Juni 1948 dari rakyat Aceh terkumpul 20 kilogram emas dan setidaknya tidak kurang 120 ribu dolar Singapura untuk membeli sebuah pesawat Dakota pertama milik republik yang diberi nama RI-001 Seulawah. (Buku “Pemuda Inspirasi Wajah Negeri” halaman 22-23). Banjir dan longsor yang menimpa Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Utara akhir bulan November lalu memakan korban lebih dari 900 jiwa meninggal ...

13 [SAKIT DAN MINDSET] Gerimis Desember

  Akhirnya harus konsultasi ke dokter setelah tiga hari mencoba survive dengan batuk dan radang tenggorokan. Biasa akhir-akhir ini penyakit musim cuaca tak menentu banyak mencari tempat di masyarakat, macam batuk, flu, radang, demam dan sekawanan nya. Dan saya beruntung beberapa dokter tempat meminta "racikan" penyembuh selalu memberi ruang bertanya dan dapat pencerahan lebih banyak dari waktunya memeriksa di atas ranjang pemeriksaan. Saya sampaikan, coba-coba saya lihat di dunia maya tentang sakit yang diderita. Terkait penyebab, gejala, efek samping dan pengobatannya. Si dokter memberi saran agar tidak sepenuhnya mengikuti hal itu. Sebab tanpa didasari pemeriksaan terhadap pasien yang membaca, tiap pasien tidak sama persis gejalanya. Apalagi kemudian video-video di media sosial itu mempengaruhi mindset dan alam bawah sadar hingga menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan berlebihan pada sakit yang di derita. Ujungnya kepikiran dan membuat tubuh lebih cepat drop. Kami tutup ...

12 [BUKU KARYA KOMUNITAS] Gerimis Desember

  Buku karya para pegiat menulis tentu sudah biasa. Buku karya komunitas literasi, itu harus karena merupakan pembuktian. Buku tulisan komunitas menulis, tidak aneh. Yang malahan aneh jika komunitas menulis tidak memproduksi tulisan dan melahirkan buku karya. Bulan lalu alhamdulillah bersua dengan buku "Bukan Kisah Biasa, Perjalanan Cinta Para Pejuang Al-Qur'an" dan berjumpa salah seorang penulisnya Mbak Rahayu Praya Ningsih . Bukunya masih hangat, terbit bulan November lalu. Berisi 25 tulisan dari 14 penulis pegiat Al-Qur'an pada Graha Alquraniyah Mataram. Isinya terkait kisah-kisah inspiratif dan berenergi yang tercecer dari aktivitas mereka pada zona pengabdiannya tersebut. Walau saya dulu pernah membaca cemoohan seorang akademisi, "Nulis buku kok banyak sekali penulisnya?". Saya dalam hati bertanya balik, "Emang ada larangannya dan haram?". Mungkin si akademisi lupa ini buku, bukan jurnal yang punya batasan jumlah penulis. Selalu angkat to...