Semalam dalam acara bedah buku "Heterarki Masyarakat Muslim Indonesia", alhamdulillah saya bersua kembali dengan dua sosok ini. Saya lebih suka menyebut acara semalam bincang buku, lebih ringan, renyah dan santai rasanya dibandingkan bedah buku.
Bincang buku di teras depan Hokkian Kopi @hokkian.88 , bukan di ruang dalam. Lokasi yang terletak di antara Asrama Haji NTB dan Gedung DPRD Kota Mataram itu semalam ramai dan padat dengan kendaraan dan manusia yang menjemput kedatangan jama'ah haji. Walau menggunakan pengeras suara, tetap saling tenggelam dengan suara musik para pedagang kaki lima yang juga mengais rezeki memanfaatkan momen keramaian itu.
Peserta bincang buku tak lebih dari 25 orang. Mereka dari beragam latar belakang. Ada birokrat, lawyer, akademisi, pengiat literasi, entrepreneur, hingga mahasiswa. Acara resmi ditutup oleh moderator pukul 00.00. Sebagian pulang, setengahnya masih melanjutkan obrolan dengan beliau berdua tentunya, hingga mendekati pukul 01.00 dini hari.
Aktivisme semacam ini mengingatkan kembali saat saya pertama kali berjumpa dan mengenal dua sosok yang bukunya kami bincangkan semalam, 10 tahun silam. Di sebuah rumah di pinggir jalan seputaran Ampenan yang beliau berdua sulap menjadi tempat nongkrong ngopi dan baca buku. Iya, Kalikuma Buku dan Kopi (agak lupa nama tepatnya). Ada hampir seribu judul buku yang tertata menjadi perpustakaan mini pada rak di lantai satu dan dua rumah itu.
Acara diskusi formal acap kali
digelar, belum lagi diskusi dua tiga orang yang janjian berjumpa di sana
kemudian yang lain ikut nimbrung. Hampir tiap malam. Ada juga yang menjadikan
ruang tengah sebagai tempat rapat, tanpa mengganggu pengunjung lain di ruang
depan dan halaman.
Acara semalam menjadi semacam nostalgia rasa bagi saya. Apa bisa acara di gedung pertemuan atau di aula kampus biar tidak terlihat "pinggiran"? Pasti bisa dong dengan kapasitas mereka berdua. Tapi itulah bedanya. Beliau berdua hari ini, tak beda dengan 10 tahun silam.
Padahal sekarang mereka berdua sudah menjadi Guru Besar pada UIN Mataram. Pengukuhan duet suami istri ini dilakukan pada tanggal 16 November 2022 lalu dengan pidato pengukuhan bersama dengan judul: "Heterarki Masyarakat Muslim Bima (dan) Indonesia: dari Kuasi-Hegemoni ke Agensi Kolektif". Tapi, tak enggan menghadiri diskusi ala tongkrongan seperti semalam. Mereka malah menceritakan saat studi di Amerika, diskusi macam ini mengingatkannya pada suasana di New York. Bising di kiri dan kanan tak menganggu suasana perbincangan.
Mereka berdua adalah Aba Du Wahid AW1 dan Bu Atun Wardatun AW2. Bagi saya beliau salah satu "telaga literasi" bagi kami yang lebih junior. Terkait "Telaga Literasi" ini bisa di baca pada Buku "Hidup Adalah Catatan" karya saya yang akan segera terbit. Mohon do'a para Facebookers. Satu pertanyaan yang tak pernah lupa dilontarkan pada saya tiap jumpa, "Buku apa yang baru terbit atau sedang ditulis?"
#MariBerbagiMakna #reHATIwan #reHATIwanInspiring #MemungutKataKata #Gerimis30Hari #Gerimis_Juni25_16 #IWANwahyudi
@gerimis30hari @ellunarpublish_ @rehatiwan @rehatiwaninspiring
www.rehatiwan.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar