Langsung ke konten utama

024 [BERTAHAN DARI GEMPURAN DIGITAL]

Setelah tak pernah datang di toko buku "Melati" -toko buku yang telah berusia setengah abad di kota kami- sejak terakhir November 2023 silam, akhirnya majalah Hidayatullah ini nongol. Seakan menjadi kado tahun baru 2025.

Era digitalisasi membuat semua bertransformasi. Menyesuaikan dengan semangat zaman, agar tak kalah, ditinggalkan, kemudian tenggelam. Hal itu juga dialami oleh bisnis media cetak. Beberapa majalah dan koran telah menghentikan edisi cetak dan beralih ke online. Bukan hanya media nasional, koran lokal terakhir di kota kami yang terbit cetak pun, Februari 2022 lalu pamit untuk hijrah hanya hadir online. 

Saya mulai berkenalan dengan majalah Hidayatullah saat menetap di Kota Bima. Tepatnya pada Edisi 9/tahun VII/Februari 1995/Ramadhan 1416, dengan harga cuma Rp. 3.250. Majalah yang hadir sebulan sekali ini, pernah era mendekati krisis 1997 dan Reformasi 1998 terbit dua pekan sekali, kalau tidak salah ingat. 

Saya kira absennya majalah ini lebih dari setahun di etalase toko Melati bertanda berakhirnya pula edisi cetak majalah yang lahir dari Ormas Hidayatullah ini.

Senyum khas abah pemilik toko saat saya masuk kemarin pagi dan langsung menunjuk edisi baru majalah yang tinggal satu-satunya bertahan di etalase, mematahkan prasangka saya. Majalah Hidayatullah cetak masih hidup. 

Majalah edisi 09/XXXVI/Jumadil Akhir 1446/Januari 2025 seharga Rp. 35.000 dan luar Jawa Rp. 36.000 dengan aroma kertasnya yang khas masih bisa saya nikmati. Aroma yang membuat saya candu membaca dan menunggu-nunggu kehadiran setiap edisi terbarunya. 

Bertahan ditengah gempuran digitalisasi bukan hal yang mudah. Tapi, untuk menjumpai para penikmatnya di pelosok daerah yang belum memadai dengan sinyal terjangkau harus dilakoni. Karena yang dibawa majalah Hidayatullah ini, bukan hanya bisnis media. Melainkan dakwah. 

Rumah Merpati 22, 24 Januari 2025. 20:24
#reHATIwan #reHATIwanInspiring #30HariBercerita #30HBC2524 #MariBerbagiMakna #MemungutKataKata #IWANwahyudi #InspirasiWajahNegeri
@30haribercerita @rehatiwaninspiring 
www.rehatiwan.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[PRABOWO, BUKTIKAN ! JANGAN JANJI TERUS]

Episode yang membuat semua mata anak bangsa bahkan sudah tersiar ke media internasional, bagaimana Rantis Baracuda Brimob melindas pengemudi ojol hingga tewas bernama Affan Kurniawan, Kamis malam lalu. Ini bisa menjadi "martir". Seperti mahasiswa Arief Rahman Hakim 1966 dan empat pahlawan Reformasi 1998, yang kemudian kita semua tau berujung pada berakhirnya Soekarno dan tumbangnya Soeharto.  Sejak malam itu para pengemudi Ojol menunjukan solidaritas nya di depan Mako Brimob hingga pagi.  Aksi solidaritas kemudian menjalar ke beberapa daerah di tanah air pada hari Jum'at. Bukan saja pengemudi ojol saja, tapi mahasiswa dan rakyat ikut turun. Pengrusakan, terutama kendaraan dan kantor polisi tak bisa dihindari.  Presiden hingga Ketua DPR Puan memberikan pernyataan permohonan maaf ditambah kalimat, "Nanti kami akan perbaiki" hal-hal yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat. Lebih kurang demikian, ininya NANTI. Ini artinya berjanji.  ...

014 [PERANG DIPONEGORO, PERANG TERMAHAL BELANDA DI INDONESIA]

  Belanda salah satu penjajah Indonesia yang sangat lama dibandingkan negera lainnya. Hal itu bukan berarti mulus-mulus saja. Perlawanan di berbagai daerah di Nusantara meletus silih berganti sepanjang waktu. Walau dengan persenjataan yang sebanding, namun api perjuangan itu tak mampu dipadamkan dengan mudah hingga kemerdekaan itu benar-benar diproklamasikan. Salah satu perang yang dicatat sebagai perlawanan terbesar dan termahal yang dihadapi oleh Belanda ialah Perang Jawa atau Perang Diponegoro yang meletus selama lima tahun sejak tahun 1825 hingga 1830. Penyebab dari perang Diponegoro ini diantaranya, Belanda ikut campur tangan dalam kehidupan keraton yang pastinya merupakan akal licik untuk mempengaruhi dan mengadudomba. Selain itu beban ekonomi rakyat akibat aturan pajak yang diberlakukan Belanda, pengusiran terhadap rakyat karena tanahnya termasuk tanah yang disewakan. Dan yang paling khusus adalah pemasangan patok-patok jalan oleh Belanda yang melintasi makam para leluhur Pa...

[DARI CAHAYA LAMPU KITA BELAJAR MENJAGA FASILITAS NEGARA]

Suatu ketika khalifah Umar bin Khatab RA kedatangan seseorang saat mengerjakan tugas Negara dengan diterangi cahaya lampu. Setelah mempersilahkannya masuk dan duduk sang Khalifah bertanya pada tamu “ Apakah yang akan kita bicarakan adalah masalah Negara atau masalah pribadi ? “ . Ketika sang tamu menjawab permasalahan pribadi Umar langsung mematikan lampu dan sang tamu dibuatnya terkejut. Belum habis keterkejutan sang tamu pemimpin kaum muslimin ini menjelaskan, sebelum sang tamu datang ia sedang mengerjakan tugas Negara dengan menggunakan lampu yang merupakan fasilitas Negara, sekarang kita akan membicaraka permasalahan pribadi sehingga tidak layak jika juga harus menggunakan fasilitas Negara. Mungkin cerita diatas menyadarkan kita akan pentingnya menjaga dan memisahkan mana yang menjadi amanah Negara atau public yang sedang melekat pada kita dengan status pribadi kita. Kisah diatas kemudian melahirkan pertanyaan ngeles kita “ Ah itukan wajar karena mereka sahabat Rasul da...