Ingatan saya ditarik ke tujuh tahun silam saat pertama jumpa dengan perempuan paruh baya ini. Di warung dengan dinding anyaman bambu berukuran 3x2,5 meter tempatnya menjual makanan bersama suami. Lokasi diseberang jalan gunung (belum diaspal saat itu) antara asrama mahasiswa @asrama_uts Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) @universitasteknologisumbawa dan kampus IISBUD Sarea @official_iisbudsarea .
Beliau asli Jawa dan suaminya asli Sumbawa, kami biasa memanggil paman Jon. Dan si ibu dengan sapaan Bude Jon.
Sebelum jam tujuh pagi warung sudah buka, bahkan masih melayani hingga malam hari. Menu yang disajikan selain ala nasi campur kebanyakan, juga makanan ringan dan minuman ringan. Nasi campur bisa dengan harga 5 ribu atau berapa aja uang mahasiswa kata Bude. Yang sangat memaklumi, apalagi jika tanggal tua kiriman belum datang dan beasiswa mahasiswa belum cair.
Saya kadang jika bude repot melayani pembeli, bisa langsung aja menyalakan kompor untuk memasak mie instan atau telur mata sapi di warung bude. Sampai bude bingung berapa harga yang saya harus bayar.
Suatu saat saya lihat Bude mencatat dengan buku tulus lusuhnya sambil menyapa, "Wah Bude rajin, kalah kalah mahasiswa". Bude menjelaskan ini catatan pasca bayar makanan mahasiswa pak. Saya coba memfokuskan lagi pandangan ke buku itu, lumayan juga daftar nama dan nominalnya.
Dengan kesederhanaan dan hidup yang jauh dari kata cukup, bude sangat ringan tangan membantu mahasiswa yang "kelaparan" saat tidak ada lagi tempat menyambung hidup.
Saya menyebutnya warung pasca bayar. Ya, bayar pasca kiriman orang tua datang atau setelah beasiswa cair.
Foto: Bude Jon berbaju pink dan paman Jon berbaju hijau.
Rumah Merpati 22, 11012025
#30HariBercerita
#30hbc2511#30hbc25perempuan
#wardahbravebeauties #reHATIwan #reHATIwanInspiring @30haribercerita @wardahbravebeauties @rehatiwaninspiring
www.rehatiwan.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar