Banjir ini
seperti paket COD, tanpa pesanan atau paket ‘kaleng’ lah. Pengirim daerah hulu
sekitar dengan hutan-gunung gundul. Dan penerima kota di hilir dan kiriman tak
bisa dikembalikan serta wajib dibayar.”
“Kota Bima dikepung banjir, Selasa sore, 24 Desember 2024. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mencatat
sebanyak 13 kelurahan terdampak. Kepala BPBD Kota Bima, Gufran mengatakan, curah hujan dengan
intensitas tinggi di wilayah hulu menyebabkan banjir di sebagian wilayah Kota
Bima, sore ini. Hingga pukul 17.30 Wita, sebanyak 13 kelurahan tergenang air
hingga setinggi 50 hingga 100 centimeter.” Demikian salah satu berita media
online. Padahal Kota Bima hanya gerimis kecil “manja” saja setelah Ashar
kemarin.
Jakarta atau Batavia dulu disain kotanya memang di tata sedemikian rupa
termasuk sungai dan drainase. Tingkat pertumbuhan penduduk dan pembangunan
daerah puncak mengurani hutan hingga banjir kiriman menjadi “hantu” saat musim
hujan. Hal ini seharusnya menjadi pelajaran penting, pakai banget untuk
kota-kota baru yang akan dibentuk. Bukan sekedar kebutuhan administratif
pemekaran daerah baru atau kepentingan politik semata.
Hujan tak pernah salah dan berdosa karena teorinya jumlah air yang turun
ke Bumi dan menguap kembali SAMA. Yang menjadi penyebab utama kota menjadi
tampungan banjir adalah perusakan dan menggundulan hutan dan gunung secara
BRUTAL dan tak henti di daerah penyangga kota. Warga dan pemerintah daerah
penyangga sepertinya yang tak merasa berdosa karena tak terdampak banjir.
Disana dapat cuan merusak gunung/hutan, disini menderita korban banjir kiriman.
Banjir kiriman untuk Kota Bima tak lain dari Kabupaten Bima.
Alih fungsi hutan menjadi ladang jagung menjadi salah satu pemicu banjir
bandang di Kabupaten Bima, NTB. Jika tidak segera ditangani, ancaman banjir
bandang serupa tetap mengintai kabupaten itu. (Berita https://www.kompas.id tanggal
16/04/2021). Sekitar 60 persen hutan di Kota Bima teridentifikasi rusak.
Kondisi itu merata di wilayah pegunungan. Itu akibat pembabatan liar dan alih
fungsi hutan menjadi lahan pertanian sejak awal 2019 lalu. (Berita https://lombokpost.jawapos.com tanggal
01/01/2021)
So, para pemimpin daerah yang baru terpilih jangan saling lempar
tanggungjawab. Kota salahkan Kabupaten, Kabupaten lempar tanggungjawab hutan ke
provinsi. “Emang kalian g pernah ngopi bareng bahas derita rakyat karena banjir
tiap tahun?”. TERLALU…..
Rumah
Merpati 22, 25 Desember 2024
#Gerimis30Hari #Gerimis_Des24_25 #reHATIwan #reHATIwanInspiring
#IWANwahyudi #MariBerbagiMakna @gerimis30hari @ellunarpublish_
Komentar
Posting Komentar