Langsung ke konten utama

[CANDU BUKU CETAK]



Kemarin sore saya singgah ke toko buku satu-satunya di kota kami. Usianya sudah lebih setengah abad dan ia sendiri yang mampu bertahan dari toko buku lain cuma sanggup tiga hingga empat tahun. Saya bertanya pada sang pemilik yang kebetulan saat itu menjaga toko, “Abah, ada majalah Hidayatullah terbaru?”. Memastikan kembali bahwa majalah langganan sejak 1994 silam kala menginjakan kaki dikampung halaman ini benar-benar hadir lagi. Padahal dua bulan lalu penjaga lain sudah memberi jawab. Sajak Desember 2023 lalu majalah itu tidak ada lagi yang datang.

Abah yang sudah menjaga toko buku “Melati” sejak saya SMP itu dengan senyum khas menunjuk ke bagian atas etalase tempat dimana dua eksemplar Majalah Hidayatullah edisi setahun yang lalu tersisa, “Sudah menghilang semua majalah (termasuk selain Hidayatullah) yang dulu ramai di atas etalase itu. Sudah tersingkir dengan versi online. Padahal lebih sehat membaca langsung dari pada lewat HP.”. Saya belum sanggup sebenarnya untuk berjeda bahkan berpisah dengan edisi cetak majalah beraroma khas kertas yang telah melekat dalam memori itu.

Perkembangan teknologi informasi kemudian mengalahkan dan menggusur buku, majalah dan koran yang dulu identik dengan edisi cetak ke versi digital. Semua dengan mudah diakses dengan alat gadget tipis nan ringan itu. Ya memang kelebihannya dari buku fisik atau cetak jauh lebih murah dan tidak memakan tempat. Buku versi cetak dalam jumlah satu perpustakaan pun bisa masuk ke gadget dalam bentuk file Portable Document Format (PDF).

Buku cetak membuat mata pembaca nyaman dan tak mudah lelah. Dibanding layar biru gadget yang membuat mata lebih kerja keras dan lelah bila menatapnya terlalu lama. Dalam jangka panjang kesehatan mata akan menurun akibatnya. Saat kertas dan halaman buku disentuh menghadirkan pengalaman sensorial yang sangat penting guna tumbuh kembang anak, bahkan memberi kepuasan tersendiri bagi sebagian kalangan. Generasi milenial dan sebelumnya sangat punya pengalaman dalam hal ini.

Membaca buku fisik membuat lebih fokus dan konsentrasi dari gangguan fitur-fitur menggoda yang silih berganti selalu hadir bila membaca buku digital. Pada laman How Life Unfold, sebuah artikel menyebutkan membaca buku sebelum tidur membuat mudah mengantuk dan tidur lebih nyenyak. Dibanding efek cahaya biru layar gadget yang mempermaikan melatonin sehingga sulit tidur.

Buku cetak membuat candu pemiliknya dengan sensasi nilai koleksi dalam jejeran rak. Memberi rasa kepuasan tersendiri apalagi usai melahap setiap halamannya.

Candu yang baik pada buku dan ketagihan positif jika penamu terus mengalirkan karya untuk dibaca siapapun. “Jika berbuat baik, (berarti) kamu telah berbuat baik untuk dirimu sendiri. Jika kamu berbuat jahat, (kerugian dari kejahatan) itu kembali kepada dirimu sendiri”. (QS. Al-Israa’:7)

Rumah Merpati 22, 08 Desember 2024

#Gerimis30Hari #Gerimis_Des24_08 #reHATIwan #reHATIwanInspiring #IWANwahyudi #MariBerbagiMakna @gerimis30hari @ellunarpublish_

www.rehatiwan.blogspot.com 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[PRABOWO, BUKTIKAN ! JANGAN JANJI TERUS]

Episode yang membuat semua mata anak bangsa bahkan sudah tersiar ke media internasional, bagaimana Rantis Baracuda Brimob melindas pengemudi ojol hingga tewas bernama Affan Kurniawan, Kamis malam lalu. Ini bisa menjadi "martir". Seperti mahasiswa Arief Rahman Hakim 1966 dan empat pahlawan Reformasi 1998, yang kemudian kita semua tau berujung pada berakhirnya Soekarno dan tumbangnya Soeharto.  Sejak malam itu para pengemudi Ojol menunjukan solidaritas nya di depan Mako Brimob hingga pagi.  Aksi solidaritas kemudian menjalar ke beberapa daerah di tanah air pada hari Jum'at. Bukan saja pengemudi ojol saja, tapi mahasiswa dan rakyat ikut turun. Pengrusakan, terutama kendaraan dan kantor polisi tak bisa dihindari.  Presiden hingga Ketua DPR Puan memberikan pernyataan permohonan maaf ditambah kalimat, "Nanti kami akan perbaiki" hal-hal yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat. Lebih kurang demikian, ininya NANTI. Ini artinya berjanji.  ...

014 [PERANG DIPONEGORO, PERANG TERMAHAL BELANDA DI INDONESIA]

  Belanda salah satu penjajah Indonesia yang sangat lama dibandingkan negera lainnya. Hal itu bukan berarti mulus-mulus saja. Perlawanan di berbagai daerah di Nusantara meletus silih berganti sepanjang waktu. Walau dengan persenjataan yang sebanding, namun api perjuangan itu tak mampu dipadamkan dengan mudah hingga kemerdekaan itu benar-benar diproklamasikan. Salah satu perang yang dicatat sebagai perlawanan terbesar dan termahal yang dihadapi oleh Belanda ialah Perang Jawa atau Perang Diponegoro yang meletus selama lima tahun sejak tahun 1825 hingga 1830. Penyebab dari perang Diponegoro ini diantaranya, Belanda ikut campur tangan dalam kehidupan keraton yang pastinya merupakan akal licik untuk mempengaruhi dan mengadudomba. Selain itu beban ekonomi rakyat akibat aturan pajak yang diberlakukan Belanda, pengusiran terhadap rakyat karena tanahnya termasuk tanah yang disewakan. Dan yang paling khusus adalah pemasangan patok-patok jalan oleh Belanda yang melintasi makam para leluhur Pa...

[DARI CAHAYA LAMPU KITA BELAJAR MENJAGA FASILITAS NEGARA]

Suatu ketika khalifah Umar bin Khatab RA kedatangan seseorang saat mengerjakan tugas Negara dengan diterangi cahaya lampu. Setelah mempersilahkannya masuk dan duduk sang Khalifah bertanya pada tamu “ Apakah yang akan kita bicarakan adalah masalah Negara atau masalah pribadi ? “ . Ketika sang tamu menjawab permasalahan pribadi Umar langsung mematikan lampu dan sang tamu dibuatnya terkejut. Belum habis keterkejutan sang tamu pemimpin kaum muslimin ini menjelaskan, sebelum sang tamu datang ia sedang mengerjakan tugas Negara dengan menggunakan lampu yang merupakan fasilitas Negara, sekarang kita akan membicaraka permasalahan pribadi sehingga tidak layak jika juga harus menggunakan fasilitas Negara. Mungkin cerita diatas menyadarkan kita akan pentingnya menjaga dan memisahkan mana yang menjadi amanah Negara atau public yang sedang melekat pada kita dengan status pribadi kita. Kisah diatas kemudian melahirkan pertanyaan ngeles kita “ Ah itukan wajar karena mereka sahabat Rasul da...