Langsung ke konten utama

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

 


Assalamu’alaikum Pagi

“Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.”

Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya.

Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya.

Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bahkan dipersiapkan mendengarnya, selain kumandang adzan Maghrib saat berpuasa?” atau “Berapa kali sehari telinga ini mendengar dan menjawab utuh suara panggilan shalat itu dalam sehari?”

Kadang yang terjadi bahkan menjadi kebiasaan, mematikan alarm adzan Shubuh kemudian menunda bangun hingga berkali-kali. Padahal suara itu tak sekedar penanda bagi tubuh untuk segera bergerak, tapi akan menjadi saksi pada hari dimana tak diterima lagi segala alasan di akhirat nanti.

Dari Abu Said al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

“Tidaklah suara azan yang keras dari yang mengumandangkan azan didengar oleh jin, manusia, segala sesuatu yang mendegarnya melainkan itu semua akan menjadi saksi pada hari kiamat.” (HR. Bukhari 609).

Alasan masih mengantuk atau langit masih gelap, mungkin menjadi tameng kelolosan hingga tak mendengar bahkan menjawab secara utuh suara adzan Subuh. Lalu bagaimana dengan nasib panggilan adzan lain berikutnya di siang hingga malam hari saat mata terbuka?. Padahal dengannya ada jaminan surga yang sering diri sebut sebagai impian semua manusia di hari kemudian.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, beliau bercerita,

Kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam. Lalu Bilal mengumandangkan adzan. Ketika beliau selesai, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

مَنْ قَالَ مِثْلَ مَا قَالَ هَذَا يَقِينًا، دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Siapa yang mengucapkan seperti yang dilantunkan orang ini – Bilal – dengan yakin maka dia akan masuk surga.” (HR. Ahmad 8624, Nasai 674 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)

Ada banyak hal sederhana, sepele bahkan diberi fasilitas oleh-Nya untuk memudahkan yang kadang dilalaikan. Padahal hal itu sesuatu yang diri butuhkan sekarang dan nanti.

Mari menjadi para penanti, pendengar dan penjawab panggilan adzan yang sesungguhnya tak menganggu atau meninggalkan aktivitas lainnya karena bisa dalam hati. Sebelum panggilan-Nya memutus semua pendengaran dan kesempatan menjawab panggilan adzan tersebut. []


#AssalamualaikumPagi #InspirasiWajahNegeri #reHATIwan
@rehatiwan @inspirasiwajahnegeri @iwanwahyudi1 @rehatiwaninspiring
www.rehatiwan.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me