“Obat ketakutan paling mujarab adalah melawan ketakutan itu sendiri”. (Munir)
Pada usia 33 tahun pria ini
bersama sejumlah organisasi civil society
dan tokoh masyarakat mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat Komisi untuk Orang
Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), tepatnya pada tanggal 20 Maret
1998. Ia kemudian ditunjuk menjadi Koordinator Badan Pekerja KontraS. KontraS berawal
dari sebuah gugus tugas yang dibentuk sejumlah organisasi civil society dan tokoh masyarakat bernama KIP-HAM pada tahun 1996.
Dengan banyaknya pengaduan masyarakat, baik masyarakat korban maupun masyarakat
yang berani menyampaikan aspirasinya tentang problem HAM kemudian tercetuslah
ide membuat sebuah lembaga yang khusus menangani kasus-kasus orang hilang
sebagai respon praktik kekerasan yang terus terjadi dan menelan banyak korban.
Nama dan sosoknya kemudian wara
wiri disejumlah media cetak maupun elektronik dengan aktifnya mengadvokasi
korban orang hilang dan tindak kekerasan hingga pelanggaran HAM yang terjadi
pada saat Reformasi 1998 dan masa Orde Baru . Sebut saja menangani kasus
penghilangan paksa dan penculikan para aktivis HAM pada tahun 1997-1998 dan
mahasiswa korban penembakan pada Tragedi
Semanggi 1998. Selain itu juga mengawal dan mengadvokasi kasus-kasus pelanggaran
HAM berat di Aceh. Pastinya banyak para penguasa, mantan penguasa hingga
petinggi militer yang gerah dengannya karena kasus yang ditanganinya melibatkan
para petinggi tersebut.
Alumni Universitas Brawijaya ini
meninggal pada 7 September 2004 saat berusia masih muda 38 tahun, lebih
tepatnya dibunuh dengan cara diracun menggunakan arsen saat menumpangi Garuda
Indonesia Penerbangan GA 974 pesawat berjenis 747-400 dari Jakarta menuju
Amsterdam Belanda.
Penerbangan menuju Amsterdam
menempuh waktu 12 jam. Tiga jam setelah lepas landas dari Singapura, Munir
mulai merasa tidak enak dan bolak balik ke toilet. Hal itu dilaporkan oleh awak
kabin kepada pilot Pantun Matondang. Munir yang duduk di kursi 40 G dipindahkan duduk bersebelahan dengan seorang
penumpang yang berprofesi dokter agar mudah memberikan pertolongan pertama.
Dua jam sebelum mendarat di
Bandara Schipol Amsterdam Belanda, sekitar pukul 08.10 tanggal 7 September 2004
waktu setempat, pria yang pada tahun 2000 dianugerahi penghargaan Right Livelihood Award dari Swedia itu
menghembuskan nafas terakhirnya.
Saya ingat betul tanggal kematian
pejuang HAM yang lahir 8 Desember 1965 ini. Saat menerima kabar wafatnya, kami
sedang menggelar pertemuan BEM NTB Raya di Universitas Samawa (Unsa) Sumbawa. Dengan
fokus pada agenda mengawal Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) langsung pertama
tahun 2005. Kami semua sejenak mengheningkan cipta dan do’a untuk sosok muda
dan pemberani tersebut.
Pada usia 35 tahun Munir dinobatkan
sebagai satu dari “20 Pemimpin Politik Muda Asia pada Milenium Baru” oleh
Majalah Asiaweek tahun 2000. Ia sengaja di hilangkan saat di udara dengan racun
oleh mereka para pelaku penghilangan korban kekerasan dan HAM, demi kepentingan
jahat mereka agar tak terkuak.
Selamat jalan Munir, Selamat
berjumpa dengan para korban kekerasan dan orang hilang yang selama ini engkau
perjuangkan. Sudah 2 dekade silam engkau
pergi, namun sebagian kematianmu masih menjadi misteri. Akankah pemerintahan
yang akan berganti bulan Oktober 2024 nanti menjadikan misteri kematianmu kian
terang? Kita tunggu walau dengan berat hati dan mengelus dada kembali.
IWAN wahyudi
Komentar
Posting Komentar