Langsung ke konten utama

[MUDA ITU PASTI, JADI NEGARAWAN ITU PILIHAN]


“Perbedaan antara seorang politisi dan negarawan adalah politisi hanya memikirkan tentang pemilihan umum, sementara negara­wan memikirkan generasi akan datang”

(James Freeman Clarke: 1810-1888)

Paguyuban atau himpunan mahasiswa daerah sangat terasa sekali untuk mengobati rindu terhadap kampung halaman bagi para anak rantau. Apalagi bagi mereka yang baru jauh terpisah saat kuliah. Jadi ingat pada saat kuliah dulu, jika sudah berkumpul keluar semua bahasa daerah lengkap dengan logat khasnya. Malam  ini, Selasa 4 Juni 2024 Kang Syamsudin Kadir mengajak saya untuk sama-sama menjadi narasumber diskusi buku “Pemuda Negarawan” dimana kami menjadi penulis buku antologi tersebut. Kelompok Diskusi Mahasiswa Muhammadiyah Manggarai Barat (KODIMM-Mabar) Nusa Tenggara Timur menjadi tuan rumahnya.

Diskusi berlangsung penuh kekeluargaan dan hangat di Kedai Bawah Pohon, Jalan Panji Tilar Negara, Mataram. Kang Syamsudin kadir yang mendapat kesempatan lebih dahulu menjelaskan latar belakang penulisan buku “Pemuda Negarawan” , proses audisi dan siapa saja penulisnya yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Tak lupa memotivasi pada peserta agar menulis dan harus berkontribusi bagi kampung halaman walaupun berada dirantauan.

Saya coba memaparkan terkait dengan pemuda negawaran yang juga menjadi judul dari buku antologi tersebut. Mumpung jumpa para mahasiswa sekaligus sedikit memprovokasi biar sedikit greget dan terbakar untuk perjuangan membela rakyat. Darah aktivis mahasiswa saya seakan menggelora lagi rasanya jumpa dengan mereka.

Siapa yang disebut pemuda? Menurut  Uundang-Undang Nomor 40 tahun 2009 tentang  Kepemudaan Pasal 1 ayat 1  menyebutkan rentang usia mereka yang masuk kategori pemuda,  “ Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun”. Fisik dan biologis manusia pada usia ini memiliki stamina tinggi dibanding usia sebelum dan sesudahnya. Secara pemikiran dan gagasan pada usia ini mereka memiliki kecemerlangan dengan ide yang jernih dan orisinil. Hingga wajar bila masa muda dilabeli sebagai masa keemasan seseorang.

Hal tersebut benar adanya dan dibuktikan oleh para tokoh bangsa dan pendiri negeri ini. RA Kartini yang hidupnya hanya sampai usia 25 tahun, jejaknya hingga kini tak berkurang dengan emansipasi wanita dan karya literasinya seperti kumpulan surat yang dibukukan menjadi, “Habis Gelap Terbitlag Terang”.  Panglima Besar Jenderal Soedirman saat usia 29 tahun pada tanggal 12 November 1945 terpilih menjadi Panglima Angkatan Perang Indonesia (sekarang TNI) pertama. Pada tahun 1930 Ir. Soekarno membacakan pembelaannya pada persidangan di Landraad Bandung yang berjudul “Indonesia Menggugat” saat usia 29 tahun. Ketika dijebloskan ke penjara di Den Haag Belanda, saat membacakan pidato pembelaan yang berjudul “Indonesia Vrij” atau Indonesia Mederka atau Indonesia Free pada 9 Maret 1928 usia Mohammad Hatta baru 26 tahun. Dan banyak lagi contoh lainnya dalam semesta sejarah Indonesia.

Selanjutnya yang dimaksud dengan negarawan menurut KBBI adalah ahli dalam kenegaraan; ahli dalam menjalankan negera (pemerintahan); pemimpin politik yang secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan. Sedangkan menurut pengamat politik dari Reform Institute, Prof Yudi Latif  “Negarawan memberikan jiwa raganya untuk negara, sedangkan politikus mencari sesuatu untuk jiwa raganya dari negara.”.

Seorang negarawan memiliki visi dan pandangan kedepan tidak hanya kepentingan sesaat dan jangka pendek. Mereka sosok yang bijaksana dan dewasa, rasional dan tidak emosional. Bisanya secara spiritual  dan moral memiliki kekokohan hingga punya pegangan hidup yang tak tergoyahkan apalagi dengan hal receh dan sepele.

Menurut Prof. Dr. M. Solly Lubis, negarawan merupakan mereka yang mempunyai visi kenegarawan dengan futuristic view yang mampu memperhitungkan kepentingan bangsa dan negara dalam kurun waktu panjang kedepan, bukan jangka pendek apalagi pragmatis. Negarawan sudah pasti memiliki kapasitas sebagai politisi bahkan memiliki nilai tambah dari sekedar politisi, sementara seorang politisi belum tentu mampu mencapai level negarawan.

Biasanya negarawan ini melekat pada sosok yang sudah tua dan usia senja dengan sederet pengalamannya. Tapi, kita ingin sesuatu yang luar biasa. Anak muda yang negarawan, karena itu tidak mustahil sebab telah dicontohkan oleh para pendiri bangsa. Untuk menjadi pemuda negarawan ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi oleh para pemuda ini.


Pertama, Mengetahui kebutuhan jamannya dan bisa memfirasati masa depan. Pemuda negarawan tak hanya tau kebutuhan pribadi dan kelompoknya saja, tapi paham dan mengerti apa yang dibutuhkan pada generasi dan jamannya hidup. Bahkan dengan beragam wawasan kekinian yang dimilikinya ia mampu memprediksi gambaran masa depan seperti apa hingga dapat difirasati tantangan, peluang, hambatan serta bagaimana menaklukannya.

Kedua, Selalu memperkaya wawasan dengan menjadikan membaca, menulis dan diskusi sebagai tradisi. Agar menjadi sosok yang mengerti jaman ini dan masa depan tak ada kata lain menyiapkannya, kecuali dengan banyak membaca. Para pendiri bangsa dan kaum pergerakan menjadikan membaca sebagai cara memahami dunia dengan segala kompleksitasnya. Kita bisa cari tau seberapa banyak buku perpustakaan atau koleksi pribadinya, maka kita akan terperangah dibuatnya. Dengan kondisi bangsanya masih terjajah, akses informasi dan pendidikan dibatasi dari mana Soekarno mendapatkan buku sebanyak 12 peti yang dibawanya saat diasingkan ke Bengkulu dan Moh. Hatta mengikut sertakan 16 peti buku untuk membersamainya saat dibuang ke Boven Digul Papua oleh Belanda. Belum lagi para pendiri bangsa lainnya.

Selain membaca, menulis dan diskusi menjadi ritual jika ingin menjadi pemuda negarawan. Menulis akan membiasakan menghimpun gagasan dan menyampaikannnya secara utuh sedangkan diskusi menguji ide tersebut dengan beragam orang dan beragumen untuk mempertahankannya. Jadi memang benar-benar akan mendewasakan secara pikiran, bijaksana dalam melontarkan gagasan dan teruji dengan ide yang benar-benar asli dari diri sendiri. Membaca menjadi basis pemikiran, diskusi sebagai amunisi bagaimana berdialektika dan menulis sebagai cara pewarisan gagasan.

Ketiga, Berdebat untuk beradu gagasan  mencari kebenaran, bukan siapa yang menang. Masa mahasiswa dan muda merupakan ruang mencari eksistensi. Kadang yang dikejar hanya sekedar tampil untuk dilihat banyak orang, berbicara sesering mungkin jika ada kesempatan, bersuara keras menggelegar sambil memukul meja agar memenangkan perdebatan. Tapi bukan itu pemuda negarawan yang ingin dituju. Mereka berdebat dan diskusi untuk mencari kebenaran. Hingga memang bekal argumennya kuat, landasan berpikirnya kokoh hingga tak mudah goyah dan terpatahkan, kecuali dengan kebenaran.

Pemuda negarawan itu bukan ilusi atau mimpi, tapi sosok yang ada dan dapat diwujudkan. Mereka pernah ada di masa lalu, sekarang dan kedepan. Tinggal apakah kita mau menjadi salah satu dari mereka? Maka persiapkanlah diri agar layak. Menjadi muda semua orang bisa, bersosok negarawan itu pilihan.

04 Juni 2024

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me