Langsung ke konten utama

[INSPIRASI BERMAJELIS DENGAN SANTRI]

 


Begitu beruntungnya sesiapa yang mendapatkan berlapis-lapis kebaikan. Di hari penuh berkah yang menjadi penghulu hari lainnya, Jum’at 14 Juni 2024 saya dipertemukan dalam sebuah majelis obrolan dengan orang-orang baik para alumni Pondok Pesantren Nurul Hakim (NH). Tiga lapis kebaikan yang Alhamdulillah diberikan-Nya, hari baik, orang baik dan berkumpul dalam kebaikan.

 Usai shalat Jum’at kami bersua disebuah tempat. Tiga orang alumni Nurul Hakim: TGH. Abdul Manan, Bang L. Taufik Mulyajati dan Kang Syamsudin Kadir. Satu orang lainnya calon santri Nurul Hakim, ananda Azka Syakira (Azka) putri sulung Kang Syamsudin Kadir.

Jadi teringat perkataan Imam al-Ghazali dalam kitab Al-Arba’in fi Ushul al-Din, bahwa berkawan dengan orang baik karena Allah adalah salah satu pilar memperkuat agama. Orang baik akan selalu menjaga kebaikan dan saling menguatkan pada kebaikan juga sama-sama saling bergotong-royong menyerukan kebaikan.

TGH Abdul Manan, Lc alumni Islamic University di Madinah Saudi Arabia (2001-2007). Beliau sosok yang low profile, cerdas dan rendah hati. Ketua Majelis Ulama Kota Mataram 2017-2022 ini pernah saya undang menjadi narasumber dengan materi “Menjauhi Tempat Yang Haram” pada acara Mentoring Online Program Pembinaan Terpadu Mahasiswa Universitas Teknologi Sumbawa 15 Mei 2021 silam dengan peserta hampir 700 orang. Dari situ bisa lebih akrab dengannya. Beliau juga aktif mengajar di almamaternya Ponpes Nurul Hakim dan pernah menjadi dosen bahasa arab di Universitas Muhammadiyah Mataram. Dan pria kelahiran 22 Februari 1981 ini pernah di calonkan menjadi wakil Walikota Mataram pada pilkada tahun 2020 yang lalu. Ini pertemuan setelah setahun yang lalu terakhir bertemu beliau.

L. Taufik Mulyajati adalah Direktur Utama BUMD PT Jamkrida NTB Bersaing yang berdiri sejak tahun 2012 lalu dan  sukses melakukan transformasi menjadi PT Jamkrida NTB Syariah (Perseroda) pada tahun 2024 ini saat kepemimpinannya. Akhirnya setelah terakhir melaksanakan program bersama tahun 2014 silam, Allah swt memperjumpakan saya kembali.

Sedang Syamsudin Kadir adalah seorang aktivis dan penulis yang hingga kini telah menerbitkan lebih dari 60 buku karyanya. Perantau sejati. Sejak selesai Sekolah Dasar meninggalkan kampung halaman di Desa Cereng, Manggarai Barat NTT sana untuk nyantri hingga Aliyah di ponpes Nurul Hakim. Kemudian hingga sekarang bermukim di pulau Jawa. Pengalamannya banyak, sebagaimana para pengelana lainnya. 

Saya yang cuma lulusan pesantren kilat masing-masing sepekan saat SD dan SMA dulu sangat beruntung berteman dengan mereka. Dituturkan oleh Rasulullah SAW bahwa, lebih baik bersendiri dari pada bergaul dengan orang-orang yang rusak. Dan lebih baik bergaul dengan orang-orang baik daripada menyendiri (HR. Al Hakim).

Perjalanan TGH. Abdul Manan dalam berproses dan berdakwah tak perlu diragukan lagi dan tentu terserak banyak inspirasi yang perlu dibaca kembali untuk saya berkaca. Saya malah terinspirasi dengan “eksperimen” nya dalam kontestasi politik Kota Mataram empat tahun silam. Bagaimana beliau bisa bergandengan koalisi dengan PDIP yang notabene kadang dilabeli tidak bisa bersatu dengan kalangan Islamis. Ini sebuah sumur pengalaman membuka ruang kolaborasi lebih luas yang perlu digali tips dan dan ilmunya.

Sepak terjang sosok muda L. Taufik Mulyajati sebagai salah satu Direktur Utama BUMD milik NTB dengan proses inovasi transformasinya bukan hal yang biasa dan mudah. Satu dari sedikit generasi muda yang bisa mengambangkan bakat dan kemampuannya dalam menata dan menjalankan perusahaan. Jika tidak salah salah satu BUMD lain PT Gerbang NTB Emas (GNE) dua tahun yang lalu pernah menerbitkan satu buku yang bertema “terobosan” GNE. PT Jamkrida NTB Syariah dan L. Taufik tidak kalah menginspirasi untuk jejak dan kisahnya dibagi. Agar membangkitkan semangat generasi muda lainnya.

Dari dua sosok ini saja pembicaraan banyak “daging”nya. Terutama inspirasi, nasehat dan ide tulisan. Jadi ingat pesan nabi Muhammad saw tentang bagaimana berteman. Dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Perumpamaan kawan yang baik dan kawan yang buruk seperti seorang penjual minyak wangi dan seorang peniup alat untuk menyalakan api (pandai besi). Adapun penjual minyak wangi, mungkin dia akan memberikan hadiah kepadamu, atau engkau membeli darinya, atau engkau  mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, mungkin dia akan membakar  pakaianmu, atau engkau mendapatkan bau yang buruk”. (HR. Bukhari, no.5534; Muslim, no.2628)

Setidaknya jika tidak bisa menjadi seperti beliau-beliau, minimal saya tertular spirit  dan semangatnya.

Bermajelis dengan para santri ini saya mendapatkan banyak hal positif dan khas yang identik melekat pada diri santri walaupun telah alumni.

Pertama, Persaudaraan yang erat. Disetiap almamater apapun, tentu memiliki semangat korsa antar sesamanya. Sesama santri memiliki ikatan persaudaraan yang erat dan kuat, apalagi jika sudah lama tak bersua. “ Saya menyapa pak Syamsudin Kadir dengan kata ‘akhi’ yang arti dalam bahasa arabnya saudaraku, ini adalah panggilan khas santri dengan rasa persaudaraan yang kuat bahkan melebihi saudara sedarah.” kata L. Taufik menerangkan.

Kedua, Jaringan yang Luas. Sebuah pesantren yang sudah lama dengan jumlah santri yang datang dan pergi setiap tahunnya menjadi sebuah jaringan yang luas dan tersebar dimana-mana. Ini selain menjadi kekuatan untuk secara personal mereka bisa bertumbuh juga menjadi asset pesantren untuk lebih berkembang dan maju. Para alumni pesantren tidak semuanya bergerak dibidang keagamaan semata, peran mereka hampir disemua sendi kehidupan.

Ketiga, Bermanfaat bagi sesama. Ibarat mutiara walaupun kecil dan kurang kemilau, pastilah sangat berharga. Sejak awal dipesantren mereka ditempa untuk menjadi orang baik dan berdakwah dimasyarakat. Hal itu melekat saat kemudian berbaur bersama masyarakat dan melakukan upaya pencerahan didaerahnya. Setidaknya saya tidak salah berteman dengan mereka sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Seseorang dapat dinilai dari agama kawan setianya, maka hendaklah di antara kalian melihat seseorang dari siapa mereka bergaul.” (HR. al Hakim).

Forum seperti ini jika tidak bisa sering, minimal di agendakan sesekali. Untuk jeda sejenak mendengarkan obrolan yang bergizi untuk hati, menyerap energi positif sebagai bekal diri, menelisik ide dan inspirasi untuk diabadikan oleh pena, bahkan tidak berlebihan bila saya menyebutnya sebagai kesempatan men-charge keimanan sebagaimana Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan,“Marilah, kita berkumpul sejenak untuk meningkatkan iman.” , “Duduklah bersama kami sejenak, kita akan menambah keimanan.” .

Jika kita belum bisa menuntun diri pada kebaikan yang besar, minimal selalu bertemu dan bermajelis dengan mereka yang baik akan membuat dan menjaga diri menjadi baik pula. []

Jum’at 14 Juni 2024

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me