Langsung ke konten utama

49 [BUKU TAMU MANTAN]

 



Bila kita menghadiri acara, ketika registrasi sebelum masuk ruangan selalu disodorkan buku tamu. Setelah mengisi buku tamu, biasanya snack kotak akan diberikan.

Sampai sekarang setidaknya ada dua jenis buku tamu yang saya temui dan isi.

Pertama, buku tamu dengan sampul tebal batik dan dibeli dari toko. Ini dijumpai saat acara non dinas seperti hajatan pernikahan, khitanan dan sejenisnya. Mengisinya tidak rumit, malahan sangat singkat menurut saya. Ada kolom : Nomor, nama, alamat dan paraf. Beberapa ada tambahan nomor HP.

Kedua, buku tamu saat acara dinas dan formal seperti : seminar, workshop, bintek, muktamar dan sebagainya. Biasanya dibuat sendiri oleh institusi penyelenggara dengan jumlah kolom disesuaikan dengan kebutuhan. Ada kolom nomor, nama, alamat, nomor HP, Delegasi/Jabatan, nominal rupiah dan paraf/tandatangan. Untuk nominal rupiah itu untuk kegiatan yang ada honornya ya, tidak semua. Jadi jangan protes jika sebagian tidak ada kolom itu.

Nah, yang sering jadi masalah terutama bagi saya untuk mengisi kolom delegasi/jabatan saat undangan untuk pribadi saya. Jika undangan atas nama lembaga, walaupun yang hadir diwakili masih enak nulis nama lembaga toh. Jika diundangan nama pribadi lalu ada dalam kurungnya seperti :

 


Bapak Iwan Wahyudi (Anggota Komisi Ini Itu Kabupaten xxx), kan enak di delegasi/jabatan bisa isi Komisi Ini Itu Kabupaten xxx. Jika di undangan hanya dicantumkan : Bapak Iwan Wahyudi saja, bikin bingung saat isi buku tamu kan.

Acara pembukaan Muktamar KAMMI ke XIII semalam hal serupa saya alami. Saya bilang ke panitia yang jaga buku tamu, "Dik, saya isi kolom delegasi/jabatan ini dengan MANTAN aja ya." Eh malah senyum dan ketawa panitianya. Dia kira mantan yang pergi dan meninggalkan luka itu barang kali. Padahal saya serius karena bingung. MANTAN itu memang begitu kondisinya karena sekarang status saya mantan pengurus dan mantan anggota. He...he...

Ayo ngaku ada yang ngisi bohongan dikolom delegasi/jabatan karena gengsi dihadapan panitia silahkan komen dan ceritakan pengalamannya.

22052024

#MariBerbagiMakna #rehatiwan #InspirasiWajahNegeri #IWANwahyudi rehatiwan

@inspirasiwajahnegeri @rehatiwan @iwanwahyudi1


Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me