"Walaupun ada orang yang mengidentikan kita dengan orangtua atau kita sangat meniru gaya idola, tapi tetaplah menjadi diri sendiri. Hal itu bukan berarti menolak inspirasi darimana pun. Belajarlah menjadi diri sediri agar lebih percaya diri membawa diri."
Jika sebuah organisasi sangat identik dengan para pendirinya itu hal yang lumrah, tapi jangan sampai menjadikan itu budaya kultus individu. Lebih berbahaya matinya kaderisasi dan regenerasi dengan alasan hanya boleh ada satu matahari. Karekter dan jatidiri organisasi bukan karakter personal yang menjadi figur sentralnya, tapi apa yang menjadi visi, misi dan karakter anggota sesuai dengan aturan organisasi.
Berapa banyak organisasi yang besar saat pendiri dan figur sentralnya masih ada. Saat mereka pergi, ambang kemunduran dan keruntuhan pun terjadi. Bahkan sekelas partai politik sekalipun tak terhindar dari gejala virus ini.
Hal ini bukan hanya pengingat pada organisasi saja, namun pada ruang lebih kecil bernama pribadi. Betapa lelah menjadi orang lain, padahal itu tokoh idola sekalipun. Karena banyak hal yang kadang tak bisa dipaksakan untuk sama atau identik.
Jadilah diri sendiri agar membuat hidup lebih enjoy. Visi dan tujuan boleh sama, bahkan cara mencapainya juga. Tapi jatidiri personal yang menjadi personal branding tak boleh ditukar atau ditiadakan.
Terimakasih kang M.Irfan Hidayatullah. Tetiba ketemu majalah SAKSI lama edisi 17 Agustus 2005. Membaca profilnya dalam wawancara setelah terpilih menjadi ketua Forum Lingkar Pena (FLP) sangat banyak inspirasi bagi generasi berikutnya.
035/365
06022024, 04:46
Komentar
Posting Komentar