Langsung ke konten utama

[JADILAH DIRI SENDIRI]



"Walaupun ada orang yang mengidentikan kita dengan orangtua atau kita sangat meniru gaya idola, tapi tetaplah menjadi diri sendiri. Hal itu bukan berarti menolak inspirasi darimana pun. Belajarlah menjadi diri sediri agar lebih percaya diri membawa diri."

Jika sebuah organisasi sangat identik dengan para pendirinya itu hal yang lumrah, tapi jangan sampai menjadikan itu budaya kultus individu. Lebih berbahaya matinya kaderisasi dan regenerasi dengan alasan hanya boleh ada satu matahari. Karekter dan jatidiri organisasi bukan karakter personal yang menjadi figur sentralnya, tapi apa yang menjadi visi, misi dan karakter anggota sesuai dengan aturan organisasi.

Berapa banyak organisasi yang besar saat pendiri dan figur sentralnya masih ada. Saat mereka pergi, ambang kemunduran dan keruntuhan pun terjadi. Bahkan sekelas partai politik sekalipun tak terhindar dari gejala virus ini.

Hal ini bukan hanya pengingat pada organisasi saja, namun pada ruang lebih kecil bernama pribadi. Betapa lelah menjadi orang lain, padahal itu tokoh idola sekalipun. Karena banyak hal yang kadang tak bisa dipaksakan untuk sama atau identik.

Jadilah diri sendiri agar membuat hidup lebih enjoy. Visi dan tujuan boleh sama, bahkan cara mencapainya juga. Tapi jatidiri personal yang menjadi personal branding tak boleh ditukar atau ditiadakan.

Terimakasih kang M.Irfan Hidayatullah. Tetiba ketemu majalah SAKSI lama edisi 17 Agustus 2005. Membaca profilnya dalam wawancara setelah terpilih menjadi ketua Forum Lingkar Pena (FLP) sangat banyak inspirasi bagi generasi berikutnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[KARTINI]

KARTINI, banyak sejarah kehidupannya yang kadang "digelapkan" oleh rezim yang pernah berkuasa di negeri ini. Kartini (1) Sejarah yang ditulis penguasa telah menunggangi pemikiran2 kartini untuk maksud yang sama sekali bertentangan dengan cita2 murni kartini. Kartini (2) Betapa emansipasi dan feminisme dijadikan berhala oleh banyak perempuan Indonesia dengan mengatasnamakan Kartini. Padahal bukan itu yang hendak dicapai kartini. Kartini (3) Kekritisan kartini talah terlihat sejak kecil ketika kebiasaan tempo dulu untuk memanggil guru ngaji ke rumah  untuk mengajar membaca dan menghafal al-qur'an tidak disertai dengan terjemahan,kartini tidak bisa menerima hal tersebut. dia menanyakan makna ayat2 yang diajarkan. Bukan jawaban yang didapat, malah sang guru memarahinya. Kartini (5) Kyai sholeh kemudian tergugah untuk menterjemahkan Al-Qur'an kedalam bahasa jawa. Di hari pernikahan kartini kyai sholeh menghadiahinya terjemahan  Al-Qur'an ( Faizhur Rahma...

[MENOLAK TAKLUK]

Jenderal Soedirman pastinya tau benar akan penyakit komplikasi Tuberkulosis yang merusak paru-parunya dan ia bawa bergerilya keluar masuk hutan hingga harus ditandu naik turun bukit. Saya yakin setiap dokter akan menyarankannya Istirahat. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Soekarno juga bukan orang yang tidak mengerti akan penyakitnya saat menolak operasi ginjal. Namun ia tetap memilih masih menjalankan pemerintahan republik  padahal iya mengalami hipertensi yang dipengaruhi ginjalnya, ginjal kiri tidak berfungsi maksimal sedang fungsi ginjal kanan tinggal 25%. Ada juga penyempitan pembuluh darah jantung  pembesaran otot jantung bahkan gejala gagal jantung. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? RA Kartini tak berhenti berjuang lewat literasi dengan berkorespondensi walau ia kemudian mengalami pre-eklampsia (tekanan darah tinggi saat kehamilan, persalinan atau nifas) saat melahirkan anak pertama dan satu-satunya. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Pernahkan ki...

[SURAT JURU BICARA LISAN DAN HATI]

Setelah mengundurkan diri dari posisi wakil presiden mendampingi Soekarno akibat perbedaan pandangan, bukan berarti membuat hubungan Hatta dengan pasangan dwi tunggalnya itu benar-benar terputus. Persaudaraan dan persahabatan diantaranya tetap berjalan, salah satunya Hatta masih menulis surat-surat masukan pada presiden Soekarno, selain tulisan-tulisannya di koran. Entah apakah surat itu dibaca atau diterima pesan didalamnya. 1902, perempuan 23 tahun ini banyak menuliskan perasaan dan pikiran keseorang wanita dibenua Eropa nun jauh dari Indonesia. Korespondensi mereka tak kurang dari 115 pucuk surat yang kemudian dihimpun menjadi buku "Habis Gelap Terbitlah Terang". Mereka berdua adalah RA Kartini dan Nyonya Rosa Abendanon-Mandri, istri Direktur Pendidikan, agama dan industri Hindia Belanda. Banyak orang yang tidak dapat mengungkapkan perasaan dan masukan secara langsung pada orang lain, hingga diperlukan media pesan dengan secarik kertas. Surat, sebuah saksi pera...