“Tak ada yang lebih indah selain menulis berlomba dengan terbitnya mentari. Menikmati hangatnya bersama secangkir kopi dalam pergulatan narasi.”
Tadi menjelang senja setelah sejak siang bersama tim menyiapkan beberapa dokumen, ada pertanyaan untuk melanjutkan kerjaan ke esok hari, "Besok kita lanjutkan kembali jam berapa?, salah seorang menjawab dan serasa telah mewakili semuanya, "Kita tadi memulainya terlalu siang dan sore hari tidak efektif karena sudah lelah. Besok mulai lebih pagi agar masih segar."
Tentu sebagian kita merasakan pagi lebih optimal melakukan banyak hal. Apalagi aktivitas menulis. Kenapa demikian? Penulis buku terlaris "When: The Scientific Secrets of Perfect Timing",Daniel Pink membagi keseharian seseorang menjadi tiga tahap:
Pertama, tahap puncak , yang terjadi sebelum tengah hari saat Anda paling waspada dan fokus. Kedua, tahap palung , yang terjadi sekitar pukul 1 hingga 4 sore, saat Anda mengalami kemerosotan energi. Ketiga, tahap pemulihan , yang terjadi pada jam 5 atau 6 sore saat tangki baterai Anda diisi ulang.
Dalam teori ilmu alam, pagi adalah tempat menyebarnya oksigen terbaik dari semua waktu yang ada. Oksigen yang dihirup akan mempengaruhi kerja paru-paru dan organ tubuh lainnya. Jika oksigen terbaik yang masuk, maka akan sehat fisik yang seharian akan mengisi hari.
Selain itu juga berpengaruh pada kerja otak dan ketenangan jiwa. Mungkin karena malas bangun pagi salah satu penyebab tidak segarnya fisik, pikiran dan jiwa manusia.
Dan para ulama dan tokoh besar banyak yang menggunakan waktu pagi sebagai saat khusus menulis. Bahkan jauh sebelumnya, sebelum subuh. Salah satunya yakni Ibnu Jarir ath-Thabari, yang melakukan murajaah (menghafal) akan ilmu dan ide-ide yang akan dituangkan dalam tulisannya di awal-awal subuh. Beliau mampu menulis sebanyak empat puluh halaman setiap hari selama empat puluh tahun terakhir masa usianya,
So, berpagi harilah dalam menulis. Temukan saat terbaik ide mu mendekap waktu terbaik dalam dirimu.
29122023, 23:03
Komentar
Posting Komentar