Langsung ke konten utama

[SJAHRIR, GURU BAHASA DI BANDA NEIRA]


"Jangan Mati Sebelum Ke Banda Neira." (Sutan Sjahrir)

Banda Neira, Maluku pasti menyimpan kenangan dan makna yang dalam bagi kehidupan Sutan Sjahrir. Ditempat itu ia memdekam selama enam tahun sejak 11 Februari 1936 hingga 1942. Ini satu diantara beberapa tempat dimana ia diasingkan oleh penjajah Belanda karena aktivitas perjuangannya.

Usianya masih muda, baru menginjak 27 tahun ketika bersama Mohammad Hatta dibuang ke Banda Neira, yang sebelumnya menyicipi hal yang sama di Boven Digul, Papua. Diantara kesibukan mengisi waktunya ialah mengajarkan bahasa Belanda, Inggris, Prancis dan tata buku bersama Hatta kepada anak-anak Banda.

Mengajar menjadi salah satu cara menyiapkan para pemuda dikemudian hari. Apalagi Banda Neira berada di Indonesia timur yang tentu memiliki kesempatan yang berbeda dengan di pulau Jawa apalagi di masa penjajahan. Selain memang jiwa pergerakan si bung kecil (begitu biasa Sjahrir disebut karena postur tubuhnya yang kecil) yang menggebu dan merupakan orang yang suka keramaian tentu ingin berbagi pengetahuan yang dimilikinya.

Sjahrir juga menjadi sumber informasi dan berita terkini bagi warga setempat. Ia rutin mendengarkan berita dari Eropa dan Amerika dari sebuah radio gelombang pendek pemberian seorang Cina pemilik toko buah dari kepandaiannya bergaul.

Waktu mengajar sebagai guru non formal itu akhirnya berakhir. Dini, hari 31 Januari 1942 ketika Ambon diserbu tentara Jepang, Sjahrir dan Hatta diterbangkan ke Surabaya dengan pesawat kecil Air Catalina Milik Amerika Serikat. Sehari kemudian dikirim ke Batavia dengan kereta api dan melanjutakan pengasingan dengan penjagaan ketat dikompleks polisi Sukabumi, Jawa Barat.

Sjarir kemudian menjadi perdana menteri pertama Republik Indonesia, kepiawaiannya menjadikan ia jago diplomasi dalam berbagai perundingan dengan Belanda pasca kemerdekaan.



Sebagai salah satu pendiri bangsa ia pernah menjadi guru, mengajari pemuda Banda saat dipembuangan dan juga anak-anak angkatnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

198 [MELAWAN DENGAN DIAM]

“Reaksi tak selamanya berupa aktivitas membalas. Diam pun merupakan pilihan reaksi dalam bentuk damai yang tidak dapat disepelekan." Ada aksi, maka akan ada reaksi. Reaksi ada yang berbentuk spontan dan ada yang dipersiapkan. Reaksi yang dipersiapkan ada kalanya dalam waktu dekat atau waktu lambat. Bahkan saking lambatnya banyak yang mengira reaksi diam sebagai pasrah dan kalah. Ketika serangan pertama !srael ke Iran yang memicu peperangan keduanya selama sembilan hari terakhir, dilaporkan terjadi di Teheran pada Jumat (13/06), sekitar pukul 03:30 waktu setempat. Dengan “Operasi Singa Bangkit" (Operation Rising Lion) mereka mengerahkan lebih dari 200 pesawat tempur yang menjatuhkan lebih dari 330 amunisi ke sekitar 100 target di seluruh Iran.  Tak menunggu lama, pada Jumat malam itu juga melalui Operasi yang diberi nama Operation True Promise III, Iran meluncurkan serangan balasan besar-besaran yang terdiri dari lebih dari 150 rudal balistik dan 100 drone ke berba...

199 [KOPI DAN CERITA]

Saya bukan pecandu kopi, bila tidak minum dalam takaran atau porsi tertentu setiap hari akan tidak karuan rasa diri bahkan pusing. Cuma penikmat tipis-tipis.  Dari beberapa hari yang lalu, pengen sekali meneguk Kopi Sevel, kopi 7 elemen salah satu produk HNI. Dulu namanya kopi Radiks, sejak tanggal 21 Desember 2023 berganti nama. Namun, tetap mempertahankan 7 elemen herbal yang sama dengan Kopi Radiks, yaitu biji, akar, batang, kulit, daun, bunga, dan buah.  Hal itu yang menyebabkan Ahad Sore, 22 Juni 2025 kemarin saya merapat ke berugak pendopo beliau di Karang Baru, Mataram. Selain sudah lama juga tidak kopi darat, hanya kopi online di udara maya.  Pertama jumpa dengan Bang Herwan Kjt  @herwansangjiewa (baju hitam) tahun 2016 silam saat menunggui ibu yang dirawat inap di Rumah Sakit Harapan Keluarga (RSHK) Mataram. Beliau salah satu karyawan di sana sejak 2021 hingga 2019. Hari itu shalat Jum'at perdana di Masjid RSHK dengan disain uniknya dari bambu....

200 [NASKAH UNTUK PRABOWO]

“Dengan buku saya bisa pergi kemanapun di dunia, saya bisa belajar dari pengalaman manusia selama ratusan tahun.” (Prabowo Subianto) Saya memasuki ruangan itu dengan mendekap beberapa naskah buku yang sudah diamplop masing-masing. Selain naskah saya juga ada beberapa naskah teman. Kemudian menyerahkannya pada seseorang dalam ruangan salah satu hotel yang memang khusus untuk beberapa orang dengan ditengahnya ada meja rapat yang memanjang dikelilingi oleh mereka.  Beberapa waktu kemudian masuk sosok yang kini menjadi orang nomor satu di negeri ini, Prabowo Subianto. Saya juga kaget, tak menyangka, awalnya hanya diminta serahkan pada staf kepresidenan disalah satu ruangan hotel. Setelah duduk diantara kursi di meja rapat, seseorang menyodorkan selembar kertas pada Mr. President. Setelah sekilas membaca, ia melirik kearah saya duduk beliau tiba-tiba bertanya, “Loh, Wan buku kamu mana? Kok g ada”. Saya dengan singap berdiri dan melangkah kesamping beliau untuk melihat lembar...