Langsung ke konten utama

[ANTOLOGI 14 HARI]

 


Malam itu 6 September 2023, sebuah pesan ajakan menulis antologi Hari Pemuda 28 Oktober dan Hari Pahlawan 10 November yang akan datang masuk. Biasalah isinya persyaratan, batas waktu, aturan penulisan dan sejenisnya, standar aja. Yang bikin mengkerut dahi saya tanggal pengiriman naskah, 6 sampai 20 September 2023. Apa? Cuma 14 hari.

Pengalaman saya ikut antologi jarang yang secepat ini dealine nya (ini pengalaman saya loh). Baik, bismillah aja dulu. Hingga tanggal 9 September disela-sela aktifitas coba cari dan buka referensi baik online maupun offline (alias buku atau majalah). Saat tanggal 10 siang tetiba laptop mati, layarnya tidak mau menyala. Walaupun sudah dicoba berulang hingga beberapa hari setelahnya. Wah, mati nih. Bisa gagal kirim naskah.

Alhamdulillah... tanggal 17 setelah diservice bisa kembali normal itu laptop. Tanggal 18 coba mengetik, cuma sanggup seperempat tulisan, ngantuk. Tanggal 20 kembali fokus melanjutkan ketikan mulai bada Maghrib, batas pengumpulan hingga pukul 21.00 wita. Masih tersisa beberapa jam. Klik, akhirnya naskah terkirim tepat 15 menit sebelum deadline.



Jangan dibilang setelah menyatakan kesanggupan lalu aman dan tenang he...he... .Tiap hari selalu ada pesan masuk mengingatkan dan menagih tulisan lengkap dengan update sudah berapa tulisan yang masuk. Kadang kesal juga, ini panitia seperti gaya orang nagih hutang aja tidak tau waktu.
Dua hari setelah dealine langsung masuk pesan tulisan yang layak dan lolos seleksi untuk diterbitkan dalam bentuk buku. Sehari kemudian layout ringannya sudah bisa dilihat. Wah gercep (gerak cepat) banget ini panitia.

Hingga titik ini saya sadar, dalam antologi yang bikin lama itu menunggu naskah masuk apalagi bisa molor karena kurang tegas. Selanjutnya ya keseriusan penyelenggara, mau cepat bisa sekelebat. Mau di undur-undur sampai bertahun-tahun bisa saja. Kasihan kan para penulis yang sudah kirim naskah bahkan bela-belain, eh digantung tidak berkejelasan.

Terimakasih kang @syamsudin.kadir Syamsudin Kadir yang istiqomah dengan gaya "neror" membabi buta hingga buku ini bisa terbit dan buku fisiknya bisa dipegang nanti saat hari H.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me