Langsung ke konten utama

069 [DARI TELUK MENOLAK TAKLUK]




Pasca perjanjian Bogaya tahun 1667 M, Sultan Abdul Khair Sirajuddin (1648-1682 M) bersama Karaeng Popo mendirikan benteng Asa Kota yang berada di Teluk Bima dengan tujuan sebagai pertahanan dan menghalau kapal-kapal VOC yang memasuki teluk Bima dan melintasi Flores. Sebagai upaya menolak takluk pada penjajah Belanda. Teluk Bima sangat strategis karena didalamnya ada pelabuhan Bima yang sangat penting bagi kapal-kapal yang singgah mengisi perbekalan dan air minum saat itu.

Di Pesisir teluk Bima terdapat pantai Oi Ule yang merupakan tempat pertama bermukimnya orang-orang Melayu dan para ulama dalam penyebaran Islam di Bima sekitar abad-17. Menyebarkan Islam dan dakwah sebuah perjuangan yang tak mudah kala itu dengan sarana yang terbatas, tapi para ulama yang mulia ini tak pernah menyerah dan takluk dengan keterbatasan. Hingga kemudian teluk Bima menjadi saksi, di Oi Ule Sultan Abdul Khair Sirajudin mengangkat sumpah setia pada para gurunya untuk berpegang teguh pada Islam.

Pada tanggal 27 Desember 1669 di teluk Bima, Sultan Abdul Khair Sirajuddin membawa armada lautnya Pabise mengekspansi kerajaan-kerajaan di pulau Sumbawa dan sekitarnya yang ikut kerjasama dengan Spellman (VOC). Setelah itu melanjutkan perjalanan ke pulau Jawa untuk membantu Trunojoyo (yang juga sedang melakukan perlawanan terhadap Belanda), setelah kekecewaannya atas kontrak pertama Kesultanan Bima dengan VOC (Belanda) 8 Desember 1669, menyerahnya kesultanan Bima. Penandatanganan kontrak di wakili oleh Jeneli Monta Abdul Wahid di Batavia. Teluk Bima yang tenang ini kembali menjadi saksi, menolak takluk atas penjajahan Belanda.

Hari ini saya berkesempatan membersamai para santriwati Pondok Pesantren Assydiqiyah Kota Bima. Sekedar berbagi pengalaman kecil atas perjalanan hidup yang lebih dahulu dilalui dibanding mereka. Tentang bintang yang bersinar terang dimalam hari tak serta merta langsung berkilau dengan sendirinya. Ia harus menunggu sekian lama cahaya dari matahari, lalu memantulkannya sekian lama pula ke bumi dan mata manusia. Seandainya sang bintang takluk oleh lelah menunggu dan memantulkan cahaya, mustahil ia menjadi bintang paling bersinar yang terlihat di Bumi. Jika ingin menjadi bintang dalam kehidupan nyata, jangan takluk oleh keterbatasan dan tantangan yang melemahkan dan mematikan.

Rumah Merpati 22
27122022, 23:52
#MariBerbagiMakna #InspirasiWajahNegeri #IWANwahyudi #SandakaDanaMbojo #Gerimis30Hari #Gerimis_des22_27
@inspirasiwajahnegeri @iwanwahyudi @gerimis30hari @ellunarpublish_

Sumber Bacaan :
https://www.sejarahbima.com
https://web.facebook.com/fahrurizki.bima

Komentar

Postingan populer dari blog ini

04 [SULTAN ABDUL KHAIR SIRAJUDDIN LAHIR]

Sultan Abdul Khair Sirajuddin dikenal juga dengan nama La Mbila, orang Makassar menyebutnya " I Ambela ". Beliau dinobatkan menjadi Sultan ke II pada tahun 1050 H (1640 M).  Sultan wafat pada tanggal 17 Rajab 1098 H dan dimakamkan di Pemakaman Tolo Bali Bima. Pada masanya Upacara U'a Pua menjadi salah satu Upacara Besar Resmi Kesultanan Bima sejak tahun 1070 H. 

01 [MASJID AGUNG NURUL HUDA SUMBAWA]

Salah satu Masjid yang menjadi pusat keIslaman di Sumbawa Nusa Tenggara Barat adalah Masjid Agung Nurul Huda dipusat Kota Sumbawa. Bagi saya pribadi, pertama kali ke sini saat Kuliah Kerja Nyata (KKN) tahun 2004 silam. Kemudian kembali bersua saat bulan Mei 2017, selanjutnya Agustus 2017 saya lebih intens dan sering ke Masjid ini dan sempat mengukuti berbagai kegiatan keIslaman yang disajikan. Masjid Agung Nurul Huda Sumbawa ini sangat memiliki peran strategis dalam penyebaran Islam diSumbawa. Menelisik sejarah dari berbagai sumber terungkap fakta bahwa masjid yang bersebelahan dengan Istana Kesultanan Sumbawa, Istana Tua “Dalam Loka” merupakan  Masjid Kesultanan Sumbawa. Masjid ini berdiri sejak tahun 1648 silam dan telah mengalami beberapa kali pemugaran.  Pada masa Sultan Dewa Mas Pamayam yang juga disebut Mas Cini (1648-1668) Telah ada masjid dilingkungan istana walau masih relatif sederhana bagunannya. Pada tahun 1931 masjid mengalami rehab kecil. Pada masa bu...

130 [MENULIS TIADA HABISNYA]

"Benar-benar membaca dan membaca benar-benar." Kalimat itu menjadi salah satu kata-kata hari ini yang disampaikan oleh Ibu Drs. Dwi Pratiwi, M. Pd, Kepala Balai Bahasa Provinsi NTB ketika menerima silaturahim kami Forum Lingkar Pena (FLP) Provinsi NTB pagi ini.  Sosok yang baru saja menjabat 1 Maret 2025 itu menceritakan program pendampingan komunitas hingga lokus pustakawan sekolah, tingkat pemahaman literasi NTB masih rendah,  literasi naskah-naskah kuno hingga program literasi di kawasan desa wisata.  Saya dalam kesempatan berharga itu menyampaikan kegelisahan dan beberapa masukan.  1. Menumbuhkan literasi di mulai dari sekolah. Hal ini seiring dengan rendahnya literasi sekolah sehingga perlu perhatian juga kebijakan kongkrit dari semua institusi pemerintah yang terkait.  2. Meningkatkan komunikasi dan kolaborasi dengan komunitas literasi baik komunitas yang terdata (memiliki legal formal berakta pendirian) hingga komunitas...