Langsung ke konten utama

034 [MARI MENANAM, LAWAN PENEBANGAN LIAR] - Hari Menanam Pohon Indonesia 28 November

 


“Menebang satu pohon hanya butuh waktu kurang satu jam, sedang menanam dan menumbuhkannya butuh bertahun bahkan puluhan tahun.”

Hutan sebagai paru-paru dunia merupakan sebuah keniscayaan. Mungkin efek perubahan iklim terutama polusi udara belum sepenuhnya terasa oleh kita, terutama mereka yang masih tinggal dipedasaan dan memiliki pepohonan rimbun yang banyak. Tapi efek lain seperti cuaca ekstrim hampir dirasakan semua muka bumi. Perubahan iklim akhirnya berdampak pula dengan datangnya banjir, tanah longsor dan bencana lainnya.

Perubahan iklim yang ekstrim tak lepas dari tata kelola lingkungan hidup yang tak seimbang. Pepohonan dan hutan makin berkurang dengan cepat lewat tingkah manusia menebang hutan yang takterukur dan tidak bijak. Baik itu berdasarkan kebijakan Negara, perilaku personal yang dibiarkan oleh penegak hukum atau benar-benar kejahatan yang terorganisir. Padahal lingkungan secara alamiah memiliki keseimbangannya sendiri dan jika itu terusik atau dirusak akan berdampak kembali pada manusia itu lagi.

“Laju deforestasi di Indonesia menurut perkiraan World Bank antara 700.000 sampai 1.200.000 ha per tahun, dimana deforestasi oleh peladang berpindah ditaksir mencapai separuhnya. Namun World Bank mengakui bahwa taksiran laju deforestasi didasarkan pada data yang lemah. Sedangkan menurut FAO, menyebutkan laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1.315.000 ha per tahun atau setiap tahunnya luas areal hutan berkurang sebesar satu persen (1%). Berbagai LSM peduli lingkungan mengungkapkan kerusakan hutan mencapai 1.600.000 – 2.000.000 ha per tahun dan lebih tinggi lagi data yang diungkapkan oleh Greenpeace, bahwa kerusakan hutan di Indonesia mencapai 3.800.000 ha per tahun yang sebagian besar adalah penebangan liar atau illegal logging. Sedangkan ada ahli kehutanan yang mengungkapkan laju kerusakan hutan di Indonesia adalah 1.080.000 ha per tahun.” (https://dlhk.bantenprov.go.id/upload/article/Kerusakan_Hutan_dan_dampaknya_bagi_%20kehidupan.pdf)

Jika tidak ditekan dengan ketegasan pemerintah dengan peraturannya serta penegak hukum dengan segala instrumen yang telah disediakan, maka laju deforestasi di Indonesia akan semakin tinggi setiap waktunya. Perilaku merusak hutan biasanya tak jauh dari latar belakang masalah ekonomi baik itu oleh rakyat kecil ataupun pengusaha kakap sekalipun. Penyadaran akan efektif jika diikuti dengan solusi terhadap permasalahan ekonomi tersebut.

Upaya menekan laju kerusakan dan berkurangnya hutan di Indonesia sudah sejak lama menjadi perhatian dan program pemerintah. Salah satunya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berdasarkan Keppres RI Nomor 24 Tahun 2008 diputuskan bahwa tanggal 28 November ditetapkan sebagai Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) dan bulan Desember sebagai bulan Menanam Nasional (BMN). Presiden pada kesempatan itu juga meminta kepada masyarakat agar menanam minimal satu pohon per orang atau yang hari ini dikenal dengan One Man One Tree (OMOT). Kebijakan ini dilator belakangi  dari Aksi Penanaman Serentak dan Gerakan Perempuan Tanam Pohon pada tahun 2007 yang menghasilkan banyak pohon tertanam.

       Adapun tujuan lain dari Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) adalah :
·  Upaya mengantisipasi perubahan iklim global
·  Mencegah degradasi (menurunnya daya dukung lingkungan)
·  Mencegah deforestasi (peristiwa hilangnya hutan alam beserta dengan atributnya yang diakibatkan oleh penebangan hutan)

Apapun bentuk kegiatannya dan oleh siapapun pelaksananya akan sia-sia jika tidak ada kesadaran personal setiap warga bangsa, konsistensi pemerintah dalam kebijakan dan ketegasan penegak hukum dalam mengawal semuanya.

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)

Rumah Merpati 22
28112022, 15:52
#MariBerbagiMakna #HariMenanamPohonlndonesia #InspirasiwajahNegeri #reHATIwan #HariIniDalamSejarah #IWANwahyudi #SelamatkanHutan #JanganGunduluGunung #SelamatkanHutan
@inspirasiwajahnegeri
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me