“Menebang
satu pohon hanya butuh waktu kurang satu jam, sedang menanam dan menumbuhkannya
butuh bertahun bahkan puluhan tahun.”
Hutan sebagai paru-paru dunia
merupakan sebuah keniscayaan. Mungkin efek perubahan iklim terutama polusi
udara belum sepenuhnya terasa oleh kita, terutama mereka yang masih tinggal
dipedasaan dan memiliki pepohonan rimbun yang banyak. Tapi efek lain seperti
cuaca ekstrim hampir dirasakan semua muka bumi. Perubahan iklim akhirnya
berdampak pula dengan datangnya banjir, tanah longsor dan bencana lainnya.
Perubahan iklim yang ekstrim tak lepas
dari tata kelola lingkungan hidup yang tak seimbang. Pepohonan dan hutan makin
berkurang dengan cepat lewat tingkah manusia menebang hutan yang takterukur dan
tidak bijak. Baik itu berdasarkan kebijakan Negara, perilaku personal yang
dibiarkan oleh penegak hukum atau benar-benar kejahatan yang terorganisir.
Padahal lingkungan secara alamiah memiliki keseimbangannya sendiri dan jika itu
terusik atau dirusak akan berdampak kembali pada manusia itu lagi.
“Laju deforestasi di Indonesia menurut
perkiraan World Bank antara 700.000 sampai 1.200.000 ha per tahun, dimana
deforestasi oleh peladang berpindah ditaksir mencapai separuhnya. Namun World Bank
mengakui bahwa taksiran laju deforestasi didasarkan pada data yang lemah.
Sedangkan menurut FAO, menyebutkan laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai
1.315.000 ha per tahun atau setiap tahunnya luas areal hutan berkurang sebesar
satu persen (1%). Berbagai LSM peduli lingkungan mengungkapkan kerusakan hutan
mencapai 1.600.000 – 2.000.000 ha per tahun dan lebih tinggi lagi data yang
diungkapkan oleh Greenpeace, bahwa kerusakan hutan di Indonesia mencapai
3.800.000 ha per tahun yang sebagian besar adalah penebangan liar atau illegal
logging. Sedangkan ada ahli kehutanan yang mengungkapkan laju kerusakan hutan
di Indonesia adalah 1.080.000 ha per tahun.” (https://dlhk.bantenprov.go.id/upload/article/Kerusakan_Hutan_dan_dampaknya_bagi_%20kehidupan.pdf)
Jika tidak ditekan dengan ketegasan
pemerintah dengan peraturannya serta penegak hukum dengan segala instrumen yang
telah disediakan, maka laju deforestasi di Indonesia akan semakin tinggi setiap
waktunya. Perilaku merusak hutan biasanya tak jauh dari latar belakang masalah
ekonomi baik itu oleh rakyat kecil ataupun pengusaha kakap sekalipun.
Penyadaran akan efektif jika diikuti dengan solusi terhadap permasalahan
ekonomi tersebut.
Upaya
menekan laju kerusakan dan berkurangnya hutan di Indonesia sudah sejak lama
menjadi perhatian dan program pemerintah. Salah satunya oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono berdasarkan Keppres RI Nomor 24 Tahun 2008 diputuskan bahwa
tanggal 28 November ditetapkan sebagai Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) dan
bulan Desember sebagai bulan Menanam Nasional (BMN). Presiden pada kesempatan
itu juga meminta kepada masyarakat agar menanam minimal satu pohon per orang
atau yang hari ini dikenal dengan One Man One Tree (OMOT). Kebijakan ini dilator
belakangi dari Aksi Penanaman Serentak
dan Gerakan Perempuan Tanam Pohon pada tahun 2007 yang menghasilkan banyak
pohon tertanam.
· Upaya mengantisipasi perubahan iklim global
· Mencegah degradasi (menurunnya daya dukung lingkungan)
· Mencegah deforestasi (peristiwa hilangnya hutan alam beserta dengan atributnya yang diakibatkan oleh penebangan hutan)
Apapun bentuk kegiatannya dan oleh
siapapun pelaksananya akan sia-sia jika tidak ada kesadaran personal setiap
warga bangsa, konsistensi pemerintah dalam kebijakan dan ketegasan penegak
hukum dalam mengawal semuanya.
“Telah tampak
kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia;
Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)
28112022, 15:52
#MariBerbagiMakna #HariMenanamPohonlndonesia #InspirasiwajahNegeri #reHATIwan #HariIniDalamSejarah #IWANwahyudi #SelamatkanHutan #JanganGunduluGunung #SelamatkanHutan
@inspirasiwajahnegeri
@iwanwahyudi1
Komentar
Posting Komentar