Langsung ke konten utama

[PESTA DI 57 DESA KABUPATEN BIMA]

 


Jika tidak ada halangan, besok Rabu 6 Juli 2022 akan terlaksana Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak di Kabupaten Bima,  Nusa Tenggara Barat (NTB). Ada 57 desa dari 191 desa di kabupaten Bima yang akan menggelar pesta demokrasi dilevel desa tersebut. Kian kesini peminat pilkades kiat banyak berbeda dengan sebelum ditetapkannya Undang-Undang Desa.

Kontestan yang mendaftar pada pilkades serentak  57 desa di 18 kecamatan besok ada 272 orang. Angka ini sebelum ada seleksi berkas dan persyaratan lain yang memungkinkan adanya calon yang gugur karena tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. Artinya satu jabatan kepala desa diperebutkan oleh lebih dari 5 orang. Berikut 57 desa yang berpesta demokrasi :

1.Sie

2.Tangga

3.Baralau

4.Tolouwi

5.Rato  

6.Sondosia

7.Rada

8.Pandai

9.Nisa 

10.Waduwani

11.Soki  

12.Roka

13.Ntori  

14.Pesa 

15.Raba  

16.Kambilo 

17.Jia 

18.Naru

19.Rasabou

20.Naru Barat

21.Tanah Putih

22.Pai

23.Nunggi

24.Hidirasa

25.Kala

26.O’o

27.Rora

28.Mpili

29.Bumi Pajo

30.Oi Saro

31.Nipa

32.Rite

33.Kole

34.Waworada

35.Karumbu

36.Kalodu

37.Waduruka

38.Dumu

39.Sarae Ruma

40.Simpasai

41.Mangge

42.Hidirasa

43.Monta Baru

44.Ndano

45.Monggo

46.Tonda

47.Labuan Kananga

48.Oi Panihi

49.Bajo

50.Punti

51.Kananta

52.Kanca

53.Lere

54.Kaboro

55.Tonggorisa

56.Teke.

57.Ntonggu

Ada beberapa hal membuat minat orang mendaftar kian banyak diantaranya : Pertama, Gaji Pokok kepala desa yang diterima setiap bulannya cukup lumayan. "Besaran penghasilan tetap Kepala Desa paling sedikit Rp 2.426.640 setara 120 persen dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang II/a," bunyi Pasal 8 ayat (2) PP Nomor 11 Tahun 2019. Ini baru gaji pokok, belum tunjagan dan lain sebagainya. Kedua,Dana yang di kelola desa cukup besar. Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 atau yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Desa dana yang dikelola oleh desa hanya delapan digit alias ratusan juta saja. Namun, setelah itu dana yang dikelola desa lebih dari satu miliar.

Dua hal di atas setidaknya melahirkan harapan bahwa pihak pengelola desa dalam hal ini kepala desa dan anggaran yang dikelola sudah cukup membuat desa harus lebih baik lagi dibanding sebelumnya. Baik dari segi manusia pengelolanya dan hasil pengelolaannya. Sehingga dapat mengantarkan desa dan warganya lebih layak dan sejahtera. Namun, proses demokrasi tingkat desa dalam hal ini pilkades sangat rentan dengan praktek-praktek tidak beretika –jika tidak mau disebut politik kotor- dengan beredarnya politik uang (money politic).

Orang akan mengeluarkan biaya seminimal mungkin untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Prinsip ekonomi ini pastinya juga sudah masuk dalam jantung aktifitas politik baik dalam level terbawah seperti pilkades hingga pemilu bahkan pilpres. Ia kadang seperti siluman. Terasa bahkan terlihat jelas didepan mata, namun sulit dibuktikan ketika pengajuan sengketa pemilihan.

Praktek seperti ini tentu akan terlaksana bahkan terus merajalela hingga membudaya karena mendapat peluang dan celah dari kedua belah pihak sekaligus, kontestan/calon dan pemilik suara/warga . Tidak mungkin bertepuk sebelah tangan, hanya salah satu pihak yang berkeinginan mempraktekkannya. Jika ada yang bertanya bagaimana mencegah dan memotong matarantai ini? Bagaimana membersihkan demokrasi dari pendekar berwatak jahat ini? Salah satu, kalau perlu kedua belah pihak harus berani membersihkan diri dari praktek haram tersebut.

Politik sesungguhnya seni mengatur masyarakat, Tapi, kemudian wajahnya belepotan dan di anggap kotor karena oknum yang berperan didalamnya. Politik dalam bahasa arab disebut juga “siyasah” berarti memfungsikan sesuatu kearah yang menjadikan sesuatu itu lebih baik. Ibnu Qayyim menekankan esensi makna ini dengan, “Upaya perbaikan kehidupan manusia dan penghindaran kerusakan”.

Selamat menikmati pesta demokrasi desa. Niat dan tujuan baik dan luhur hanya akan tercapai jika dilakukan dengan cara yang baik pula dalam meraih dan mengelolanya.

Gambar : radarmandalika.id

Rumah Merpati 22

05072022, 18:08

#MariBerbagiMakna #reHATIwan #InspirasiWajahNegeri #IWANwahyudi #Demokrasi #Pilkades #KepalaDesa

@inspirasiwajahnegeri

@iwanwahyudi1


Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me