Langsung ke konten utama

[MENGEJAR RAMADHAN DAN TAKBIR] 03 AGAR AMAL MULAI MENGALIR


"Diantara amal jariyah terbesar adalah menulis buku, ia akan terus mengalirkan pahala meski penulisnya sudah mati.". Ibnul Jauzy - Kitab Shaidul Khatir.

Kalimat diatas saya baca di buku School of Skills halaman 32 karya ust Solikhin Abu Izzuddin @solikhinzerotohero yang di beli pada tanggal 17 Juni 2015. Tepat sebulan setelah terbitnya buku tersebut.

Sejak sekitar 2014 saya mulai berpikir bahwa status di Facebook harus sedikit bermutu bukan sekedar berbagi informasi stay curhat semata. Mulai saya membuat status motivasi dan nasehat pendek baik dari isi pikiran sendiri atau mengutip dari buku. Yang berawal dengan satu dua kalimat hingga satu dua paragraf. Dan hal itu saya coba agar rutin. Bahkan saya punya buku note kecil untuk corat-coret tulisan sebelum di posting ke media sosial.

Hingga pada satu titik ditambah membaca buku ust. Solikhin di atas, tulisan-tulisan yang tercecer di laptop dan media sosial (Facebook, blog, Instagram) perlu dikumpulkan dan dibukukan. Sebagai ikhtiar sederhana memulai walau belum sekelas para penulis lainya.

Jika amal jariyah itu bisa mulai mengalir sekarang, kenapa harus menunggu nanti atau setelah mati? Bisa jadi kita tak punya harta berlimpah yang bisa diinfaqkan dan diwakafkan, tapi setidaknya pengalaman, perenungan dan isi kepala bisa dibagi dan tersebar dalam bentuk tulisan yang dibaca sesama.

" Karena kita yakin setiap kata memiliki makna, setiap cerita mengandung pelajaran/hikmah dan setiap tulisan punya takdir mata yang membacanya." (Iwan Wahyudi)

Cordova A03 Jafana Garden
04052022, 02:44
#MariBerbagiMakna #InspirasiWajahNegeri #reHATIwan #IWANwahyudi
@inspirasiwajahnegeri
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me