Langsung ke konten utama

[THE GRAND OLD MAN]


Kala itu di suatu lapak buku bekas Pasar Jatinegara Jakarta, saya agak lupa-lupa ingat kenapa buku H. Agus Salim ini yang saya pilih untuk dibeli dan bawa pulang. Usia saya saat itu masih Sekolah Dasar, kisah-kisah pahlawan entah kenapa saya minati. Dan tumben juga orang tua saat itu singgah dilapak buku ditengah belanja keperluan lainnya. 
H. Agus Salim, nama yang saat itu tidak familiar bagi saya dibandingkan pahlawan lainnya yang banyak terdapat di buku IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), PMP (Pendidikan Moral Pancasila) juga PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa). Pemilik nama asli Mashudul Haq ini mungkin satu-satunya pilihan karena tidak ada buku pahlawan lainnya. 

Buku yang diterbitkan oleh PT. Karya Unipress tahun 1984 ini hanya setebal 50 halaman dan memang sepertinya diperuntukan untuk anak-anak. 
Sosok Agus Salim yang masih membekas bagi saya setelah membaca buku ini ialah kemampuannya menguasai banyak bahasa asing (7-9 bahasa) dan ia mendidik sendiri anak-anak nya (tidak disekolahkan). 

Putra Sutan Mohammad Salim jaksa kepala di Bukit Tinggi pada jaman Belanda ini berusia 61 tahun ketika proklamasi kemerdekaan RI. Ia seorang diplomat ulung yang dimiliki Republik, perjuangannya berkeliling ke berbagai negara seperti Mesir, Syria, Yaman, Irak, Lebanon, Saudi Arabia, Afganistan untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan sebagai negara merdeka sangat luar biasa. 

Tahun 1953 Agus Salim diutus mewakili pemerintah RI menghadiri penobatan Ratu Elizabeth II. Agus di forum yang dihadiri diplomat-diplomat  seluruh dunia asyik mengisap kretek kegemarannya yang beraroma tak cukup enak dihidung. Hingga Duke of Edinburg suami Ratu Elizabeth bertanya dari mana datangnya bau tak enak itu. Dengan santai Agus Salim menjawab "Rokok ini dari tembakau dan cengkeh yang dicari oleh orang-orang Eropa sejak dulu sampai ke negeri kami."

Rumah Merpati 22
13032022, 21:18
#InspirasiWajahNegeri #reHATIwan #MariBerbagiMAKNA #IWANwahyudi #hagussalim
@inspirasiwajahnegeri 
@iwanwahyudi1 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me