Langsung ke konten utama

[TANTANGAN MENULIS]

"Tantanganlah yang menjadikan seseorang mampu bertahan, tantangan pula yang membuat seseorang lebih semangat memburu impian".

Karena saya sering membeli buku, tak sedikit mereka (penulis atau pengamat tulisan) yang berucap, " Buat apa beli banyak buku kalo hanya untuk diri sendiri? Coba menulis ?". Ketika saya sudah mengumpulkan tulisan dan minta tolong mereka membaca dan mengeditnya, saya mendapatkan mereka sibuk dengan urusan masing-masing hingga lelah diri menunggu tanpa batas waktu.
Pada saat seperti itu, saya bertekad, "Waktu esok akan membuktikan siapa yang cuma pengkritik dan siapa yang benar-benar menantang dan membimbing mu ? ".

Saya tetap menulis, apa saja. Di media sosial yang saya punya : Facebook, Twitter, Blog dan Instagram. Dari sekedar status asal bunyi saja di awal buat media sosial, saya ubah lebih bermakna walau hanya quote singkat dari kutipan orang ternama atau kesimpulan sesuatu yang saya baca dan lihat dari fenomena sosial di sekeliling. Seakan sebuah kerugian membuka media sosial hanya membaca status dan tulisan orang lain, tapi kita tak membuat tulisan atas status yang akan di baca orang lain. Lalu apa gunanya akun media sosial kita? 

Januari tiga tahun silam membaca beberapa kali hastag #30haribercerita seorang mahasiswa membuat penasaran. Setelah mendapatkan penjelasan saya mulai ikutan hingga Januari 2022. Ternyata pertanyaan-pertanyaan di awal tulisan ini saya dapatkan jawabannya. Di luar sana banyak juga orang yang menjawab tantangan dengan benar-benar menulis rutin tentang apa saja untuk berbagi makna. Sama juga dengan mereka yang cuma tetap mengkritik tidak pernah berkurang dan meninggalkan perannya pada kita. 

Hingga Januari 2022 ini hasil dari tantangan menulis itu saya telah membuahkan 7 buku yang terbit. Dan masih banyak tulisan tercecer di media sosial yang menunggu racikan untuk diterbitkan juga. 

So, tetap konsisten (istiqomah) menulis sebagai tantangan berbagi makna dan sedekah kata tiap harimu. 

Rumah Merpati 22
30012022 06:06

#InspirasiWajahNegeri
#MariBerbagiMAKNA #reHATIwan #InspiringWords #IWANwahyudi #30hbc22nulis #30hbc2230 
@30haribercerita
@inspirasiwajahnegeri @iwanwahyudi1 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me