Langsung ke konten utama

[PEMERINTAHAN DARURAT PENYELAMAT REPUBLIK]

Surat Kawat Pertama
MANDAT PRESIDEN SUKARNO/WAKIL PRESIDEN HATTA KEPADA MR. SYAFRUDDIN PRAWIRA NEGARA.
KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMBERITAHUKAN BAHWA PADA HARI MINGGU TANGGAL 19 DESEMBER 1948 JAM 06.00 PAGI, BELANDA TELAH MULAI SERANGANNYA ATAS IBU KOTA YOGYAKARTA.
JIKA DALAM KEADAAN PEMERINTAH TIDAK DAPAT MENJALANKAN KEWAJIBANNYA LAGI, KAMI MENGUASAKAN KEPADA MR. SYAFRUDDIN PRAWIRANEGARA, MENTERI KEMAKMURAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK MEMBENTUK PEMRINTAHAN REPUBLIK INDONESIA DARURAT DI SUMATERA
YOGYAKARTA, 19 DESEMBER 1948
PRESIDEN, SOEKARNO WAKIL PRESIDEN,  MOH. HATTA
Surat kawat di atas satu dari dari dua surat kawat yang dikirim oleh Soekarno setelah pada hari itu  tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan agresi militer II atau operasi Gagak (bahasa Belanda: Operatie Kraai) terhadap Yogyakarta ibukota negara Indonesia saat itu dan menangkap Soekarno, Moh. Hatta, Sjahril dan pemimpin republik lainnya. Surat kawat kedua ditujukan pada DR. Soedarsono dan MR. Maramis di New Delhi India yang berisi jika ikhtiar Syafruddin Prawiranegara membentuk pemerintahan darurat di Sumatera gagal, maka mereka dikuasakan membentu pemerintahan darurat di India (Exile Government Republik Indonesia di India).

Namun, takdir sejarah mencatat Syafruddin Prawiranegara berhasil membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera dan menjalankan mandate tersebut selama 207 hari lamanya. Beberapa kali Republik ini dihadapkan pada situasi kritis yang berpotensi memecah bahkan melenyapkannya keberadaannya. Tetap saja di jalan sejarah itu tampil para pemimpin bangsa yang menyelamatkannya.

Peristiwa ini kemudian menjadi penanda yang diambil oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk memperingati Hari Bela Negara dengan Keputusan Presiden (Kepres) nomor 8 tahun 2006.
Saya awalnya tidak terlalu peduli dengan hari ini 19 Desember diperingati sebagai Hari Bela Negara, sama dengan hari-hari peringatan lainnya yang hampir setiap pekan ada saja tanggal yang dinobatkan terhadap sebuah peringatan baik secara nasional maupun internasional. Namun, setelah mengetahui latar peristiwanya ialah berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) jujur saya selalu merinding membaca ulang episode sejarah ini, ditambah ada salah satu buku dirak perpustakaan bapak berjudul “ Di Sekitar PDRI, Pemerintahan Darurat Republik Indonesia” karya Mr.S.M.Rasjid terbitan N.V. Bulan Bintang Jakarta 1982.

Republik Indonesia ini sudah melalui bentang sejarah dan beragam peristiwa yang panjang sekali, harga mahal yang harus kita bayar ialah dengan mempertahankannya sampai kapanpun. Mengutip kalimat Buya Syafi’i Ma’arif “ Indonesia tetap ada sampai satu hari sebelum kiamat”, semoga. Hal itu akan benar jika kita benar-benar mengIndonesia dan mewariskannya dengan benar pada generasi selanjutnya.

Rumah Merpati 22
19122021
#MariBerbagiMakna #HariBelaNegara #reHATIwan #InspirasiWajahNegeri #IWANwahyudi
@inspirasiwajahnegeri
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me