Langsung ke konten utama

[HUJAN, CINTA LANGIT UNTUK BUMI]

“Bila setiap darinya kasih sayang, namun kita berprasangka salah. Bukankah itu pertanda cinta yang telat dipahami pesannya”.

Hujan bagi kita yang tinggal dikota identik dengan banjir, sesuatu yang tidak diharapkan karena berdampak menjadi kesulitan hidup. Padahal hujan turun dengan segala keistimewaannya, keistimewaan dari lagit yang dibutuhkan oleh makhluk yang ada di bumi.

Hujan yang datang menyapa bumi sungguh membawa Rahmat dari-Nya. hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Asy-Syuara ayat 28. “ Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.”. Rahmat-Nya bukankah sesuatu yang selalu diharapkan oleh seorang hamba?

Hal yang di rindui setiap hamba ketika doa dan harap di dengar dan dikabulkan oleh Allah SWT. Dan hujan ini fasilitas yang diberikan sebagai penghubung yang di bumi dengan di langit. “Dua do’a yang tidak akan ditolak, yaitu do’a ketika adzan dan do’a ketika turun hujan.” (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi). Kitapun di minta berdoa ketika hujan turun dengan doa, “Allahumma shayyiban nafi’an”, artinya “Ya Allah, curahkanlah air hujan yang bermanfaat.” (HR. Bukhari dari Aisyah ra)

Jika bumi memasuki musim kemarau atau kemarau yang berkepanjangan melanda bagian bumi, nampak sekali rindu penghuni bumi akan hujan yang menjadi rahmat-Nya. Hingga rindu itu disampaikan khusus dengan shalat Istisqo (shalat minta hujan).

Tapi kan juga hujan penyebab banjir yang menjadi musibah tahunan bagi manusia ?

Mari  melihat banjir sebagai koreksi dan evaluasi dari langit untuk manusia. Jika jumlah air hujan yang turun melebihi kuota yang harus diterima bumi itu masuk akal. Tapi sudahkah kita tau berapa jumlah air yang menguap dari bumi dan berapa yang turun kembali dengan hujan, salju dan sebagainya?

Dalam buku ‘Miracles of Al-Qur'an & As-Sunnah’ dijelaskan “ Jumlah kadar air bumi yang menguap ke atmosfer udara bersifat konstan setiap tahunnya. Jumlah total uap air yang terkandung dalam lapisan atmosfer pun konstan sepanjang tahun. Oleh karena itu, jumlah total air hujan yang mengendap ke dalam bumi juga tetap konstan setiap tahun meskipun jumlahnya bervariasi antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.” Hal ini sesuai dengan penjelasan Rasulullah Muhammad SAW dalam sabdanya. “Curah hujan pada suatu tahun kadarnya tidak kurang dari jumlah curah hujan yang turun di tahun lainnya,” (HR Baihaqi). Ada juga dalam riwayat lain, “Curah hujan pada satu tahun tertentu kadar airnya tidak kurang dari curah hujan yang turun pada tahun lainnya. Hanya saja, Allah mengatur pembagian air hujan tersebut di seluruh muka bumi,” (HR Al-Hakim). Berarti ada siklus air yang tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga mengakibatkan banjir. Tentu manusialah pelaku utama hal ini, padahal sebelumnya telah indah diatur oleh alam.

Langit senantiasa menebar cintanya pada bumi, namun kita sering telat membaca pesan yang sebenarnya sudah disampaikan berabad-abad silam dalam setiap firman-Nya melalui  penjelasan Rasulullah Muhammad SAW.

Merpati 22
20112021
#MariBerbagiMakna #InspirasiWajahNegeri #IWANwahyudi #reHATIwan #SecangkirInspirasi #InspiringWords #MelawanDenganDamai #KepakSayapElangMuda.
@inspirasiwajahnegeri
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me