Langsung ke konten utama

[MANUSIA GARIS DEPAN]


"Dalam setiap peristiwa atau sebuah capaian selalu ada segelintir manusia yang berada di garis depan baik terlihat maupun dibelakang layar."
September 2018, setelah sebulan penundaan kedatangan mahasiswa baru Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) dari luar NTB (Nusantara) karena peristiwa Gempa Lombok akhirnya hari-hari sibuk dan padat itupun tiba. Dari lebih 700an pendaftar mahasiswa luar NTB hanya 370 mahasiswa yang lulus dan harus dimobilisasi kedatangannya dari seluruh penjuru Nusantara. Selain tim yang berada di UTS ada juga tim di berbagai daerah yang menjadi koordinator daerah mulai dari sosialisasi, proses pendaftaran hingga memobilisasi mahasiswa hingga tiba di Asrama Mahasiswa (tahun pertama wajib mahasiswa luar NTB/rantau tinggal di asrama)
Rabu-Jum'at, 12-14 September 2019 mereka tiba dengan tiga gelombang dari penjuru Nusantara melalui darat, laut dan udara. Diantara sekian sosok garis depan di daerah perwakilannya ikut mendampingi mahasiswa hingga ke UTS.

Ada sosok pak Hifni dan Juragan Ali di Ende Pulau juga pak Yumadil Ahwan di kabupaten Sikka NTT ditambah pak kades Sumardi. 
Ada ust Oji Raharjo berdomisili diperbatasan Kalimantan Utara yang mengkoordinir wilayah Kalimantan.

Ada ust Yahya yang mengkoordinir zona Sulawesi Tengah. Ust Ashari Abu Khair yang menangani Sulawesi Tenggara.

Kami juga mengenal sosok Ibu Wita, Umi Emrina dan Ibu Dewi. Para ibu-ibu luar biasa yang mengkoordinir Sumatera Utara. Adapula ust. Muslim di ujung barat Indonesia Nangroe Aceh.

Dan banyak lagi mereka di garis depan Sumatera bagian Selatan, Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah dan DIY, Jawa Timur, Bali dan daerah lainnya.

Sebagian besar mereka kadang tak kami kenal namanya namun bergerak mensosialisasikan kampus UTS dari mulut ke mulut, dari media sosial satu ke media sosial lainnya. Selain mereka juga ada para mahasiswa dari berbagai daerah Nusantara yang sudah lebih dahulu berkuliah di sini mempromosikan kampus pada adik tingkatnya.

Jujur saat kali pertama saya dimandatkan mengkoordinir mahasiswa Nusantara tanpa ada pengalaman sebelumnya. Kadang kelemahan kita menjadi kekuatan saat bersama orang-orang luar biasa di garis depan.

Tahun ini saat pandemi yang masih belum menunjukan kondisi aman, tak mengizinkan kami bertemu kembali memobilisasi elang-elang muda UTS di awal tahun akademik. Semoga diwaktu covid-19 telah berjeda dan menyerah saya di izinkan oleh-Nya menyambut manusia-manusia garis depan ini bersama mahasiswa baru 2020 yang mereka bersamai.

16092020
#IWANwahyudi
#InspirasiWajahNegeri
#MariBerbagiMakna #reHATIwan #InspirationWednesday
@iwanwahyudi1
@inspirasiwajahnegeri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me