Langsung ke konten utama

[KEBERPIHAKAN SEJARAH]

Sejarah hanya milik para penguasa, bisa jadi ungkapan itu benar karena ketika kekuasaan dalam genggaman apapun dapat dilakukan termasuk mengkerdilkan sejarah para lawan-lawannya. 

Kenapa pula keberpihakan sejarah terhadap kekuasaan adalah keniscayaan? Karena setiap pemiliki sejarah tak semua menuliskannya sendiri dalam versinya sendiri, namun memberikan mandat penuh hanya pada penguasa apalagi jika pemilik sejarah adalah manusia-manusia yang jauh dari pencitraan, menepi dari hiruk-pikuk publikasi, bahkan tak memiliki alat media sebagai penyebar pemberitaan.
Ketika penguasa leluasa menuliskan sejarah maka jangan heran jika terjadi pembelokan alur cerita bahkan menggelapan beberapa bahkan keseluruhannya.

Saat penguasa menjadi penafsir resmi sejarah satu-satunya jangan heran nama-nama mereka yang ada dipanggung sejarah sesungguhnya akan terdelete dan bermunculan nama mereka yang bahkan tak mengerti sedikitpun atas sejarah yang diklaimnya.

Setiap kita memiliki sejarah masing-masing bahkan juga tak jarang terkait dengan sejarah orang lain. Ada diantara kita sebagai pelaku utama, pemeran pembantu atau bisa jadi hanya saksi mata yang sekedar melihat peristiwa sejarah itu lewat didepan mata, namun kita lupa memberikannya sekedar catatan kecil. Ya, bukan untuk mengAKUkan sejarah tapi sebagai sebuah cerita pembanding yang otentik jika para penguasa itu secara terencana melakukan makar jahat pembelokan dan penyesatan sejarah. Toh kekuasan memiliki batas, setelah ia lewat maka datanglah era pembetulan&pelurusan sejarah berbekal catatan kecil para pelaku dan saksi sejarah sesunggunya.

26092016
Tugu Garuda Perempatan Pasar Tente Bima
IWAN Wahyudi
www.iwan-wahyudi.net

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me