Langsung ke konten utama

[MATA PENA SAYYID QUTHB]

Mesir, 29 Agustus 1966 adalah hari terakhir kehidupan lelaki 59 tahun tersebut. Kematian menjemputnya dengan cara tidak seperti kebanyakan manusia biasa. Cara yang akan menanamkan pada seluruh dunia bahwa ia manusia bersalah dan jahat, ya begitulah sebuah rezim otoriter dibelahan dunia manapun mengakhiri musuh-musuhnya karena berseberangan, karena hati mereka telah berkarat oleh nafsu.

Lelaki diujung tiang gantungan ini menakuti penguasa jahat bukan dengan ujung peluru, bukan juga dengan aksi massa atau rekayasa media massa. Namun, ujung penanya selalu tajam menusuk jantung-jantung kekuasaan yang otoriter. 

Sebelum tali menjerat lehernya di tiang gantungan penguasa menjebloskannya dalam jeruji besi. Mereka mengira belenggu akan memenjarakan pikiran dan membisukan mata penanya, dalam sel-sel gelap ia menyelesaikan Tafsir Fi Zhilalil Qur'an (Dibawah naungan Al-Qur'an)

MATA PENA akan menembus ruang dan waktu, ia bentuk lain melakukan perlawanan. Mata Pena Sayyid Quthb menjadi bayang-bayang menakutkan bagi rezim diktator pada masanya. Mata Pena itu pula yang sampai sekarang dan masa yang akan datang mengantarkan semangat dan pesan-pesan pemikirannya pada generasi kita dan generasi-generasi yang akan datang.

Jangan biarkan ujung penamu mengering dan lembaran kertasmu masih putih bersih, sedangkan waktu dan pengalaman telah silih berganti menitipkan pesan dan pemikiran dalam akal dan hatimu. 

01092016
www.iwan-wahyudi.net

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[KARTINI]

KARTINI, banyak sejarah kehidupannya yang kadang "digelapkan" oleh rezim yang pernah berkuasa di negeri ini. Kartini (1) Sejarah yang ditulis penguasa telah menunggangi pemikiran2 kartini untuk maksud yang sama sekali bertentangan dengan cita2 murni kartini. Kartini (2) Betapa emansipasi dan feminisme dijadikan berhala oleh banyak perempuan Indonesia dengan mengatasnamakan Kartini. Padahal bukan itu yang hendak dicapai kartini. Kartini (3) Kekritisan kartini talah terlihat sejak kecil ketika kebiasaan tempo dulu untuk memanggil guru ngaji ke rumah  untuk mengajar membaca dan menghafal al-qur'an tidak disertai dengan terjemahan,kartini tidak bisa menerima hal tersebut. dia menanyakan makna ayat2 yang diajarkan. Bukan jawaban yang didapat, malah sang guru memarahinya. Kartini (5) Kyai sholeh kemudian tergugah untuk menterjemahkan Al-Qur'an kedalam bahasa jawa. Di hari pernikahan kartini kyai sholeh menghadiahinya terjemahan  Al-Qur'an ( Faizhur Rahma...

[MENOLAK TAKLUK]

Jenderal Soedirman pastinya tau benar akan penyakit komplikasi Tuberkulosis yang merusak paru-parunya dan ia bawa bergerilya keluar masuk hutan hingga harus ditandu naik turun bukit. Saya yakin setiap dokter akan menyarankannya Istirahat. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Soekarno juga bukan orang yang tidak mengerti akan penyakitnya saat menolak operasi ginjal. Namun ia tetap memilih masih menjalankan pemerintahan republik  padahal iya mengalami hipertensi yang dipengaruhi ginjalnya, ginjal kiri tidak berfungsi maksimal sedang fungsi ginjal kanan tinggal 25%. Ada juga penyempitan pembuluh darah jantung  pembesaran otot jantung bahkan gejala gagal jantung. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? RA Kartini tak berhenti berjuang lewat literasi dengan berkorespondensi walau ia kemudian mengalami pre-eklampsia (tekanan darah tinggi saat kehamilan, persalinan atau nifas) saat melahirkan anak pertama dan satu-satunya. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Pernahkan ki...

[SURAT JURU BICARA LISAN DAN HATI]

Setelah mengundurkan diri dari posisi wakil presiden mendampingi Soekarno akibat perbedaan pandangan, bukan berarti membuat hubungan Hatta dengan pasangan dwi tunggalnya itu benar-benar terputus. Persaudaraan dan persahabatan diantaranya tetap berjalan, salah satunya Hatta masih menulis surat-surat masukan pada presiden Soekarno, selain tulisan-tulisannya di koran. Entah apakah surat itu dibaca atau diterima pesan didalamnya. 1902, perempuan 23 tahun ini banyak menuliskan perasaan dan pikiran keseorang wanita dibenua Eropa nun jauh dari Indonesia. Korespondensi mereka tak kurang dari 115 pucuk surat yang kemudian dihimpun menjadi buku "Habis Gelap Terbitlah Terang". Mereka berdua adalah RA Kartini dan Nyonya Rosa Abendanon-Mandri, istri Direktur Pendidikan, agama dan industri Hindia Belanda. Banyak orang yang tidak dapat mengungkapkan perasaan dan masukan secara langsung pada orang lain, hingga diperlukan media pesan dengan secarik kertas. Surat, sebuah saksi pera...