Langsung ke konten utama

[SUARA]

Seorang oknum ibu muda alumni sebuah perguruan tinggi negeri ternama di suatu daerah menulis di statusnya " besok nyoblos g ya? Nyoblos atau g sama aja g ada bedanya". Seorang oknum pemuda berstatus mahasiswa bertutur diantara teman-temannya "Pilih siapa yang sudah kasih bantuan sebelum nyoblos, klo dia kalah atau menang kita sudah dapat sesuatu".

Partisipasi pemilih dalam Pemilu, Pilpres maupun pilkada selain periode awal pemilihan langsung digulirkan sejak tahun 2004 kian menunjukkan statistik yang berkurang. Kalaupun dibeberapa daerah ada peningkatan, namun di daerah lain menggambarkan apatisme signifikan. Bahkan tahun 2018 ini ada 16 kabupaten/kota yang diikuti calon pasangan tunggal artinya cuma satu pasang yang mendaftar dan mengikuti kontestasi pemilihan umum pemimpin daerah ini.

Salah satu cara agar publik tidak lagi simpati adalah mematikan karakter atas haknya, sehingga tidak ada lagi api gelora akan merebut dan menggukan haknya. Haknya dibully sedemikian rupa sehingga muncul kesimpulan "menggunakan atau tidak hak kita sama saja tidak ada bedanya" atau " Apa sih pengaruhnya suara saya? cuma satu dipakai nyoblos atau golput tidak mempengaruhi siapa yang menang".

Kerabat, saat menulis ini saya baru selesai membaca sebuah paragraf dalam buku yang berbunyi "Dalam politik sehari-hari memang banyak contoh yang menggambarkan, betapa suara rakyat begitu mudah dilecehkan. Misalnya, dalam konteks pemilihan umum (red : atau pilkada) yang diwarnai politik uang, SATU SUARA RAKYAT dihargai sebesar Rp.50.000- atau setara dengan satu dus mie instan- bahkan lebih rendah lagi, karena kemiskinan dan pengangguran membuat 'nilai kurs' rakyat jatuh ketitik nadir (Sapto Waluyo, 2005).

Suara sudah dilecehkan hanya diberi kompensasi seharga satu dus mie instan yang habis dimakan kurang dari 20 hari, 4 tahun 349 hari selanjutnya hak suara itu tak lagi punya kekuatan untuk menuntut haknya. Berteriak sekeras apapun ibarat hanya dalam ruang hampa yang desirnyapun tak terdengar. Dan para pelaku pelecehan suara itu berpestapora dan tanpa malu.

Dalam kitab populer "Riyadhus Shalihin" karya imam Nawawi tak kurang kita dapat membaca pesan Rasulullah SAW yang familiar terdengar diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar yang maknanya "Kalian semua adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan yang dipimpinnya". Setiap kita minimal adalah pemimpin atas diri kita sendiri, atas pikiran kita, perilaku kita dan juga suara kita yang kesemuanya ada resiko pertanggungjawaban dan balasannya saat dunia terlebih akhirat kelak.

Memuliakan suara kita berarti menaikan nilainya dihadapan manusia dan nilai tukarnya atas kompensasi kebahagiaan di dunia dan hari kemudian. Jangan lupa hari ini harga suara itu akan kita semua tentukan seberapa besar nilai dan mulianya. Selamat memilih dengan suara kita yang satu-satunya.

27062018 00:54 Cordova 03
#IWANwahyudi
#MariBerbagiMakna
#InspirasiWajahNegeri
#LAWANpelecehanSUARA
www.iwan-wahyudi.net

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[PRABOWO, BUKTIKAN ! JANGAN JANJI TERUS]

Episode yang membuat semua mata anak bangsa bahkan sudah tersiar ke media internasional, bagaimana Rantis Baracuda Brimob melindas pengemudi ojol hingga tewas bernama Affan Kurniawan, Kamis malam lalu. Ini bisa menjadi "martir". Seperti mahasiswa Arief Rahman Hakim 1966 dan empat pahlawan Reformasi 1998, yang kemudian kita semua tau berujung pada berakhirnya Soekarno dan tumbangnya Soeharto.  Sejak malam itu para pengemudi Ojol menunjukan solidaritas nya di depan Mako Brimob hingga pagi.  Aksi solidaritas kemudian menjalar ke beberapa daerah di tanah air pada hari Jum'at. Bukan saja pengemudi ojol saja, tapi mahasiswa dan rakyat ikut turun. Pengrusakan, terutama kendaraan dan kantor polisi tak bisa dihindari.  Presiden hingga Ketua DPR Puan memberikan pernyataan permohonan maaf ditambah kalimat, "Nanti kami akan perbaiki" hal-hal yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat. Lebih kurang demikian, ininya NANTI. Ini artinya berjanji.  ...

014 [PERANG DIPONEGORO, PERANG TERMAHAL BELANDA DI INDONESIA]

  Belanda salah satu penjajah Indonesia yang sangat lama dibandingkan negera lainnya. Hal itu bukan berarti mulus-mulus saja. Perlawanan di berbagai daerah di Nusantara meletus silih berganti sepanjang waktu. Walau dengan persenjataan yang sebanding, namun api perjuangan itu tak mampu dipadamkan dengan mudah hingga kemerdekaan itu benar-benar diproklamasikan. Salah satu perang yang dicatat sebagai perlawanan terbesar dan termahal yang dihadapi oleh Belanda ialah Perang Jawa atau Perang Diponegoro yang meletus selama lima tahun sejak tahun 1825 hingga 1830. Penyebab dari perang Diponegoro ini diantaranya, Belanda ikut campur tangan dalam kehidupan keraton yang pastinya merupakan akal licik untuk mempengaruhi dan mengadudomba. Selain itu beban ekonomi rakyat akibat aturan pajak yang diberlakukan Belanda, pengusiran terhadap rakyat karena tanahnya termasuk tanah yang disewakan. Dan yang paling khusus adalah pemasangan patok-patok jalan oleh Belanda yang melintasi makam para leluhur Pa...

[DARI CAHAYA LAMPU KITA BELAJAR MENJAGA FASILITAS NEGARA]

Suatu ketika khalifah Umar bin Khatab RA kedatangan seseorang saat mengerjakan tugas Negara dengan diterangi cahaya lampu. Setelah mempersilahkannya masuk dan duduk sang Khalifah bertanya pada tamu “ Apakah yang akan kita bicarakan adalah masalah Negara atau masalah pribadi ? “ . Ketika sang tamu menjawab permasalahan pribadi Umar langsung mematikan lampu dan sang tamu dibuatnya terkejut. Belum habis keterkejutan sang tamu pemimpin kaum muslimin ini menjelaskan, sebelum sang tamu datang ia sedang mengerjakan tugas Negara dengan menggunakan lampu yang merupakan fasilitas Negara, sekarang kita akan membicaraka permasalahan pribadi sehingga tidak layak jika juga harus menggunakan fasilitas Negara. Mungkin cerita diatas menyadarkan kita akan pentingnya menjaga dan memisahkan mana yang menjadi amanah Negara atau public yang sedang melekat pada kita dengan status pribadi kita. Kisah diatas kemudian melahirkan pertanyaan ngeles kita “ Ah itukan wajar karena mereka sahabat Rasul da...