Langsung ke konten utama

[MENGIKAT HATI "DIAM-DIAM"]

"Dalamnya hati tak dapat ditebak, luasnya pun tak dapat di ukur. Namun, semua itu akan mudah jika dapat mengikat hati tersebut."

Empat bulan lebih Pandemi Covid-19 membatasi gerakan manusia agar di rumah saja, interaksi sosial secara fisik terbatas bahkan terputus apalagi jika berbeda daerah. Apalagi itu terkait perjumpaan dengan orang-orang tercinta. Momentum pertemuan kolosal bernama mudik lebaran pun dilarang.

Tetiba pesan masuk, "Bang lagi di kampus, sebentar lagi kita merapat mau silaturahim setelah agenda dengan dinas selesai". Beberapa waktu kemudian pertemuan yang tak kami rencakan terjadi. Tiga tamu itu para Anggota DPRD Lombok Timur. Abdul Halid Petani Halid adik tingkat ini lebih dari setahun (jauh sebelum pelantikannya sebagai wakil rakyat) tak bertemu, TGH Wildan Zikrullah terakhir bertemu Ramadhan tiga tahun lalu, sedangkan ust Asmat Pks Lotim lebih dari lima tahun lalu terakhir berjumpa.

Suatu waktu, ketika membeli sesuatu disebuah lapak pasar tradisional ada yang menyapa dari belakang, "Assalamu'alaikum pak." Sambil menjawab salam saya menerka siapa gerangan karena setengah wajahnya tertutup masker. Ternyata mahasiswa kelas saya, yang tiga bulan terakhir semester ini tak pernah bertemu karena proses pembelajaran dan Ujian Akhir Semester melalui Darling online. Sampai ada yang berkomentar di group, "Pertemuan terakhir kelas kita semester ini tanpa ada foto bersama."

Kita tentunya menyadari rentang waktu akan menumbuhkan kerinduan untuk bertemu. Semakin lama akan semakin dalam rasa itu, sehingga semakin besar pula keinginan berjumpa. Semakin dekat hubungan, maka akan semakin kuat magnet diantaranya.

Salah satu kunci dari itu adalah ikatan hati yang menghubungkannya. Sehingga tumbuh rasa ingin berjumpa dan mengunjungi.

“Ada seseorang yang mengunjungi saudaranya di sebuah desa. Di tengah perjalanan, Allah mengutus malaikat-Nya. Ketika berjumpa, malaikat bertanya, “Mau kemana?” Orang tersebut menjawab, “Saya mau mengunjungi saudara di desa ini.” Malaikat bertanya, “Apakah kau ingin mendapatkan sesuatu keuntungan darinya?” Ia menjawab, “Tidak. Aku mengunjunginya hanya karena aku mencintainya karena Allah.” Malaikat pun berkata, “Sungguh utusan Allah yang diutus padamu memberi kabar untukmu, bahwa Allah telah mencintaimu, sebagaimana kau mencintai saudaramu karena-Nya.” (HR. Muslim)

Nah, disaat Pandemi tentu saling mengunjungi akan terbatas bahkan tak dapat dilakukan sama sekali terutama diluar daerah dan zona wabah covid-19. Dan peristiwa pertemuan saya dengan teman lama dan mahasiswa yang sudah lama tak bertemu diatas bukan tanpa sebab, sehingga tetiba ada jalan lalu bisa berjumpa. Salah satu cara mengikat hati dengan berdo'a diam-diam pada Sang Pemilik segala hati.

Dari Abu Ad-Darda’ radhiyallahu'anhu dia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
“Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya (diam-diam), melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.” (HR. Muslim no. 4912)

Dalam riwayat lain dengan lafazh:
“Doa seorang muslim untuk saudaranya (sesama muslim) tanpa diketahui olehnya adalah doa mustajabah. Di atas kepalanya (orang yang berdoa) ada malaikat yang telah diutus. Sehingga setiap kali dia mendoakan kebaikan untuk saudaranya, maka malaikat yang diutus tersebut akan mengucapkan, “Amin dan kamu juga akan mendapatkan seperti itu.” 

Bisa jadi kisah pertemuan diawal tulisan ini adalah buah dari do'a diam-diam salah satu diantara kami atau tak menutup kemungkinan do'a sunyi yang sembunyi-sembunyi kedua belah pihak yang terpaut hatinya.

Jika Allah sudah menautkan hati diantara manusia tak ada satu kekuatanpun yang dapat memisahkannya. Begitu pula sebaliknya, jika semua kekuatan di bumi ini berhimpun menyatukan hati, namun Allah tak berkehendak maka tetap akan tercerai walau fisik diantaranya saling bersebelahan.

28062020
#IWANwahyudi
#InspirasiWajahNegeri
#MariBerbagiMakna
@iwanwahyudi1
@inspirasiwajahnegeri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me