Langsung ke konten utama

[KAMPUNG HALAMAN, TEMPAT MEMULAI PEJALANAN]

Setiap orang pasti memiliki kampung halaman dimana ia berasal, tempat bermula para leluhurnya. Ruang dimana dihabiskan sebagian masa kecil bagi mereka yang merantau atau sebagian hidup pagi sesiapa yang memilih tetap dikampung halaman hingga hari tua. Kampung halaman tentu memiliki keterikatan khusus yang tak bisa digantikan. Sehingga ada pepatah kemanapun burung terbang pasti akan kembali kesarang atau yang lainnya hujan emas di negeri orang hujan batu dinegeri sendiri, kesemuanya menempatkan kampung halaman berbeda dibanding daerah tempat tinggal kita yang lainnya.

Disisi lain ada mereka yang tidak merasakan memiliki kampung halaman sebagaimana mestinya secara sempurna. Mereka terpaksa harus meninggalkan kampung halaman, tercerabut dari akar leluhur dan sejarah awal karena musibah baik itu peperangan atau bencana alam dan tak bisa mereka kembali. Atau seperti mereka yang lahir ditempat rantauan orang tua lalu besar dan beranak pinak di tempat rantauan lain, sedangkan ditanah kelahiran orang tua, kakek nenek dan kerabat lainnya yang dijenguk atau kunjungi telah tiada semua. Mereka memiliki kampung halaman baru yang lambat laun menggeser posisi dan ruang jiwa untuk kampung halaman leluhur.

Bagi mereka yang masih memiliki kampung halaman, sesungguhnya dari sanalah dimulainya perjalanan diri dalam rute jalan hidup yang dilalui.

Tempat memulai garis kekerabatan. Dari kampung halaman kita memulai silsilah dan kekerabatan diri baik itu keatas, kebawah maupun kesamping. Hal ini bukan meniadakan keturunan manusia lain tapi lebih bagaimana kita berkaca bahwa kita tidak sendiri, ada hak keluarga dan kerabat yang tentu harus ditunaikan yaitu menyambung dan mempererat ikatan lama yang sempat longgar dan terpisah karena dibatasi ruang, waktu dan kesempatan.

Tempat melepas Rindu dan Nostalgia. Tanah kelahiran tentu menyimpan banyak kenangan, baik peristiwa, manusia maupun berbagai tempat didalamnya. Salah satu fitrah manusia mengobati ingatan masa lalu yang kadang menguap adalah mendatangi dan bertemu apalagi disana banyak orang-orang yang dicintai dan mencintai kita dan memendam rasa yang tak jauh berbeda.

Tempat jeda sejenak menghimpun energi do'a dan nasehat
Saat meninggalkan kampung halaman tentu kita tidak berangkat begitu saja. Banyak yang mengiringi hingga kendaraan yang akan kita gunakan saat berangkat merantau. Bukan hanya iringan manusia saja sebenarnya, ada banyak bait do'a yang dilantunkan oleh orang-orang tercinta dan teman, baik itu do'a keselamatan, kesuksesan hingga dapat kembali lagi dalam pelukan kampung halaman. Kita harus berkeyakinan pasti ada do'a mereka untuk kita yang diijabah oleh-Nya. Selain do'a ada juga nasehat-nasehat para tetua, kerabat bahkan teman sebaya sebagai bekal kita ditempat rantauan. Ini modal mengarungi samudera berkelana dinegeri orang. Energi do'a dan nasehat jni selalu kita butuhkan, kian hari kian lebih besar lagi sehingga sesekali perlu kita pulang kampung untuk menghimpunnya.

Tempat memulai kembali harapan dan mimpi
Jika ditanya kapan kita mulai berimajinasi dan bermimpi setidaknya sebagian kita akan menjawab dari rumah tempat tinggal kita. Mimpi dan cita-cita itu mulai tertanam dari kampung halaman, walau pada perjalannya nanti ada yang capai, gagal, merubah mimpi dan lain sebagainya. Saat mimpi itu mengisi ruang pikiran tentu tak lepas dari adanya harapan orang sekitar dan kampung halaman. Memperbaiki realitas dikamoung halaman pastinya menjadi motivasi bermimoi. Kita perlu sejenak menjenguk kamoung halaman untuk membuka dan mengeja kembali mimoi dan harapan dari kamoung halaman. Bisa jadi ada mimpi yang terlupakan dan harapan yang terlewatkan atau kondisi kekinian menuntut kita merevisi mimpi dengan menambah mimpi baru yang lebih tinggi dan menambah pundak kita dengan harapan kampung halaman yang bertambah berat.

Kapan terakhir kita menjenguk kampung halaman? Dari hati paling dalam sekecil apapun pasti kita memiliki rindu dan rindu yang sama juga dimiliki oleh kampung halaman terhadap kita. Sesekali kembalilah dalam pelukannya walau sejenak karena dari sana kita berasal, dari tanahnya kita banyak menyulam cerita, darinya kita mulai melangkah dan memulai menulis kisah sejak kemarin , hari ini hingga esok kelak.

10062019
#IWANwahyudi
#MariBerbagiMakna
#EnergiSyawal
#InspirasiWajahNegeri #reHATIwan
www.iwan-wahyudi.com
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me