Langsung ke konten utama

[GUE JAKARTA]

"Keterikatan emosial seseorang pada tanah dimana ia di lahirkan tak bisa dibohongi walau ia berganti status domisili kemanapun."

Coba tanya pada mereka yang telah merantau dan tak pernah pulang puluhan tahun, apakah mereka rindu tanah kelahirannya? Atau tanya mereka yang sejak bapak dan kakeknya berpindah domisili jauh dari tanah kelahirannya dan tak pernah menginjakan kaki seumur hidupnya pada kampung halaman, apakah ada panggilan hati terhadap tanah itu? Jawabannya pasti sama. Iya, tanah itu selalu memanggil dalam ingatan, dalam memori cerita orang tua untuk dikunjungi, dalam hati kemanusiaan yang normal dan wajar. 

Saya berucap "Gue Jakarta" bukan hanya sekedar mengaku karena siapa yang mimpin Jakarta sekarang. Bukan karena Jakarta Ibukota Indonesia yang membuatnya beda dengan daerah lain. Atau sekedar kelihatan keren aja, karena Jakarta metropolitan. Tapi, karena di semua dokumen administrasi kependudukan dan pendidikan nama Jakarta bagian yang melekat dan tak bisa dihapuskan dari diri saya. Dan kerinduan terhadapnya selalu memanggil. 

Dalam sejarah Jakarta memiliki beberapa nama. Sejak masa lalu hingga saat ini. Ia merupakan kota pelabuhan yang awalnya bernama Sunda Kelapa. Pada 22 Juni 1527 Pangeran Fatahillah menggantinya dengan Kota Jayakarta. 

Saat penjajahan Belanda (VOC) yang ketika itu di pimpin oleh Jan PieterszoonCoen, menggantinya menjadi Batavia. Diambil dari nama Batavieren, nenek moyang bangsa Belanda. 

Memasuki penjajahan Jepang tahun 1942, barulah Batavia diganti menjadi Jakarta. Jelas sekali siapa yang berkuasa bisa mengganti sesuatu sesuai kemauan dan dimana keberpihakannya terhadap sejarah. 

Seperti apapun kekuasaan merubah Jakarta, tetap tak bisa menghapusnya dari dalam diri mereka yang memiliki keterikatan darah dan emosional dengannya. 

Semoga Jakarta Lebih baik lagi. Dan saya bisa pulang sejenak, menuntaskan segala hal dengannya agar tak menumpuk kian waktu. 

22062020
#IWANwahyudi
#InspirasiWajahNegeri 
#MariBerbagiMakna 
@iwanwahyudi1
@inspirasiwajahnegeri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me