Desember 2016 di acara kepenulisan yang digagas FMIPA universitas Mataram menghadirkan novelis luar biasa yang dimiliki bangsa ini, Asma Nadia. Berkesempatan memberikan buku karya perdana saya, sontak saya terkaget saat beliau minta agar buku yang diberikan agar dibubuhi tandatangan saya.
Sumbawa 29 April saat menerima kunjungan Syekh Prof. Dr. Muraweh Mousa Nassar salah seorang pejuang dan ulama kenamaan di Palestina, begitu Istimewa dikunjungi mereka-mereka yang memiliki kecintaan dan pembelaan luar biasa terhadap agama ini. Saat pamit, beliau memberikan cenderamata menyematkan syal dan Pin Palestina, saya berkenan memberikan memberikan buah tangan dua buku sederhana yang saya tulis. Beliau bilang, agar bukunya dibubuhi tandatangan.
Bagi saya ini bukan masalah buku yang saya tulis sangat laris/luar biasa atau saya penulis tersohor yang mereka idolakan. Sungguh jauh sekali bahkan tak ada seujung kuku pun jika membandingkan saya dengan karya literasi beliau semua. Syekh Muraweh telah menulis lebih 20an buku, apalagi bunda asma Nadia. Saya memandang ini lebih pada bagaimana penghargaan beliau terhadap karya literasi. Tidak memandang siapa yang menulis, apa yang ditulis dan seberapa banyak buku dicetak? Tapi saat pikiran dan perasaan itu telah dibuahkan menjadi karya literasi maka telah memasuki babak baru. Pikiran dan perasaan itu telah menjadi milik publik dan itu akan semakin memperluas radius sebaran isi pikiran dan perasaan tersebut.
Jangan pernah merasa rendah diri untuk menulis, kerdil dengan pikiran dan perasaan yang akan dituangkan, apalagi merasa tinggi dengan karya literasi yang dihasilkan. Tapi tetaplah untuk menulis apapun itu, karena ia akan menjadi amal yang melampaui batas usia kita sendiri.
29042019 14:03
#IWANwahyudi
#MariBerbagiMakna
#CatatanLangkah
#InspirasiWajahNegeri #reHATIwan
www.iwan-wahyudi.net
Komentar
Posting Komentar