Langsung ke konten utama

[SEPARUH BUAH KURMA MENJAGA KITA DARI NERAKA]

Suatu hari Nabi Yusuf as ditanya, "Mengapa engkau sering berpuasa, sedang engkau adalah bendaharawan negara?", Yusuf menjawab, " Aku takut kalau aku kenyang, aku akan lupa nasib orang-orang yang kelaparan."

Kelaparan dan kemiskinan permasalahan yang selalu muncul dalam setiap jaman. Dalam kepemimpinan masa siapapun. Namun, yang harus menjadi perhatian ialah empati dari pemimpin dan rakyat di daerah tersebut terhadap rakyat yang kekurangan sehingga masuk dalam kategori kemiskinan dan kelaparan. Islam sebagai agama yang diturunkan untuk rahmat bagi semesta alam tentu memberi solusi menjawab permasalahan ini. Dalam setiap harta ada hak orang lain yang harus dikeluarkan, diantaranya hak untuk orang miskin dan kelaparan tersebut. Di keluarkan bisa dalam bentuk Zakat, Infaq, Shodaqoh dan sebagainya. 

Islam menempatkan sikap dermawan ini dalam hal yang mulia, hingga memberi separuh biji kurma saya dapat menjaga sang pemberi dari api neraka kelak di akhirat. 

Diriwayatkan dari Adi bin Hatim ra, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Berjagalah (dari) api neraka walaupun hanya dengan sebelah buah kurma'. " (HR. Bukhari).
Penjelasan hadits ini, janganlah kita menganggap remeh apa yang disedekahkan walaupun sedikit karena hal tersebut menjaga si pemberi sedekah dari api neraka. 

Di bulan Ramadhan ini dimana Rasulullah SAW yang dermawan bertambah kedermawanan nya, mari kita penuhi dengan empati dan peduli pada sesama dengan sedekah atau infaq sekecil apapun yang kita bisa berikan. Agar puasa yang kita lakukan tidak hanya sebatas ibadah pribadi yang tidak membekas kepada sesama yang ada di sekeliling kita. 

25042020
#IWANwahyudi
#MariBerbagiMakna
#EnergiRamadhan
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me