Langsung ke konten utama

[RAMADHAN TAK SUNYI]

Bulan yang dirindu sepanjang tahun itu tiba, do'a yang diucapkan dipenghujung bulan suci setahun lalu benar-benar dikabulkan-Nya. "Lubang-lubang" Ramadhan tahun lalu, setidaknya bisa dimaksimalkan agar tidak terulang kembali. Tamu agung itu datang dengan segala kemuliaan yang telah dijanjikan-Nya. 

Ramadhan tahun ini memang berbeda bagi diri kita. Wabah Covid-19 yang telah menjadi pandemi bukan hanya Indonesia tapi juga dunia, ia peristiwa sejarah besar dan bisa jadi tak terulang dalam jangka waktu lama. Iya, kita berada dalam peristiwa itu, namun takdir-Nya menghibur kita dengan sapaan bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan. Sebaik-baik kita yang berbahagia dan menghormati kedatangan tamu. 

Pahala amal di bulan Ramadhan yang dilipat gandakan tak terkira itu tak berkurang sedikitpun oleh pandemi corona. Karena ia bagian kemuliaan yang dibawa Ramadhan. 

Qiamullail lail tak lagi seramai biasanya, terutama tarawih dan witir di masjid dan langgar. Bukankah dulu juga Rasulullah Shalat Tarawih juga di rumah? Rasa khusyuk jiwa kita makin mudah dihadirkan saat sunyi bukan? 

Malam yang lebih baik dari seribu bulan, Lailatul Qadar apakah akan alfa kehadirannya jika tak diperingati di masjid dan mushalla. Malam itu milik mereka para pemburunya yang senantiasa menghidupkan malam. 

Apakah ada yang kurang jika sedekah dan infaq kita tak diumumkan usai Shalat Isya dan Tarawih? Sungguh tidak, pahalanya akan tetap, bahkan sedekah yang baik ketika dilakukan oleh tangan kanan dan tangan kiri tak melihat dan mengetahuinya, bukan? 

Lantunan tilawah dan tadarus Al-Qur'an kita apakah akan berkurang syahdunya saat dibacakan dan mengisi ruang-ruang rumah kita? Bukankah itu makin menambah kehangatan keluarga yang pada waktu-waktu lalu selalu terkalahkan oleh pekerjaan dan rutinitas  padat kita. 

Berbuka puasa di rumah tak akan berkurang keistimewaannya saat kita diberikan dua kegembiraan yang di janjikan oleh-Nya. Bergembira karena mendapat pahala dari-Nya dan merasakan nikmatnya santapan dan minuman berbuka. 

Dalam hadis qudsi Allah Ta’ala berfirman,
“Bagi orang yang melaksanakan puasa ada dua kebahagiaan; kebahagiaan ketika berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabbnya.” (muttafaq ‘alaihi). 

Dunia kita memasuki era online sudah cukup lama dan kita bukan hanya berada di era itu tapi juga menggunakan perangkat-perangkat online tapi sekedarnya saja. Sekedar mendownloadnya dan menggunakan seadanya saja, padahal milenial dan bonus demografi negeri ini berada dalam populasi online tersebut. 

Walaupun Ramadhan kali ini akan lebih sunyi dalam dimensi offline, tapi ia akan semarak dan ramai dalam ruang online yang bisa menembus ruang dan waktu. Sunyi atau semaraknya, sejuk atau gersangnya Ramadhan itu ada dalam rasa dan jiwa kita masing-masing. Mari sambut dengan sepenuh hati, dengan segala bahagia yang dimiliki karena ia membawa kemuliaan yang berlimpah dari yang Maha Memberi Kebahagiaan, Allah SWT. 

“Bulan Ramadhan telah tiba menemui kalian, bulan (penuh) barokah, Allah wajibkan kepada kalian berpuasa. Pada bulan itu pintu-pintu langit dibuka, pintu-pintu (neraka) jahim ditutup, setan-setan durhaka dibelenggu. Padanya Allah memiliki malam yang lebih baik dari seribu bulan, siapa yang terhalang mendapatkan kebaikannya, maka sungguh dia terhalang (mendapatkan kebaikan yang banyak).” (HR. Nasa’I dan Ahmad)

Marhaban Ya Ramadhan.... 
Mohon ma'af atas segala khilaf dan salah selama ini. Saatnya memasuki bulan suci dengan hati bersih. 

23042020
#InspirasiWajahNegeri
#MariBerbagiMakna
@inspirasiwajahnegeri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[KARTINI]

KARTINI, banyak sejarah kehidupannya yang kadang "digelapkan" oleh rezim yang pernah berkuasa di negeri ini. Kartini (1) Sejarah yang ditulis penguasa telah menunggangi pemikiran2 kartini untuk maksud yang sama sekali bertentangan dengan cita2 murni kartini. Kartini (2) Betapa emansipasi dan feminisme dijadikan berhala oleh banyak perempuan Indonesia dengan mengatasnamakan Kartini. Padahal bukan itu yang hendak dicapai kartini. Kartini (3) Kekritisan kartini talah terlihat sejak kecil ketika kebiasaan tempo dulu untuk memanggil guru ngaji ke rumah  untuk mengajar membaca dan menghafal al-qur'an tidak disertai dengan terjemahan,kartini tidak bisa menerima hal tersebut. dia menanyakan makna ayat2 yang diajarkan. Bukan jawaban yang didapat, malah sang guru memarahinya. Kartini (5) Kyai sholeh kemudian tergugah untuk menterjemahkan Al-Qur'an kedalam bahasa jawa. Di hari pernikahan kartini kyai sholeh menghadiahinya terjemahan  Al-Qur'an ( Faizhur Rahma...

[MENOLAK TAKLUK]

Jenderal Soedirman pastinya tau benar akan penyakit komplikasi Tuberkulosis yang merusak paru-parunya dan ia bawa bergerilya keluar masuk hutan hingga harus ditandu naik turun bukit. Saya yakin setiap dokter akan menyarankannya Istirahat. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Soekarno juga bukan orang yang tidak mengerti akan penyakitnya saat menolak operasi ginjal. Namun ia tetap memilih masih menjalankan pemerintahan republik  padahal iya mengalami hipertensi yang dipengaruhi ginjalnya, ginjal kiri tidak berfungsi maksimal sedang fungsi ginjal kanan tinggal 25%. Ada juga penyempitan pembuluh darah jantung  pembesaran otot jantung bahkan gejala gagal jantung. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? RA Kartini tak berhenti berjuang lewat literasi dengan berkorespondensi walau ia kemudian mengalami pre-eklampsia (tekanan darah tinggi saat kehamilan, persalinan atau nifas) saat melahirkan anak pertama dan satu-satunya. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Pernahkan ki...

[SURAT JURU BICARA LISAN DAN HATI]

Setelah mengundurkan diri dari posisi wakil presiden mendampingi Soekarno akibat perbedaan pandangan, bukan berarti membuat hubungan Hatta dengan pasangan dwi tunggalnya itu benar-benar terputus. Persaudaraan dan persahabatan diantaranya tetap berjalan, salah satunya Hatta masih menulis surat-surat masukan pada presiden Soekarno, selain tulisan-tulisannya di koran. Entah apakah surat itu dibaca atau diterima pesan didalamnya. 1902, perempuan 23 tahun ini banyak menuliskan perasaan dan pikiran keseorang wanita dibenua Eropa nun jauh dari Indonesia. Korespondensi mereka tak kurang dari 115 pucuk surat yang kemudian dihimpun menjadi buku "Habis Gelap Terbitlah Terang". Mereka berdua adalah RA Kartini dan Nyonya Rosa Abendanon-Mandri, istri Direktur Pendidikan, agama dan industri Hindia Belanda. Banyak orang yang tidak dapat mengungkapkan perasaan dan masukan secara langsung pada orang lain, hingga diperlukan media pesan dengan secarik kertas. Surat, sebuah saksi pera...