Langsung ke konten utama

[KEKUATAN PENA itu dari MEMBACA]

Suatu ketika ada yang berkomentar di status sosmed saya yang cuma beberapa penggal kalimat tidak beraturan,  "Bagaimana caranya dapat menulis seperti ini?". Saya menjawabnya dengan satu kata "Membaca". Bagi saya membaca menimbulkan banyak hal: pencerahan, motivasi, wawasan, ide dan pikiran-pikiran yang membuat kita ingin merespon/menanggapinya sesuai dengan kemampuan dan kapasitas kita.

MEMBACA, dalam hal ini tidak hanya mengeja kumpulan huruf yang menjadi himpunan kata dalam sebuah teks berupa buku dan tulisan semata. Namun, membaca dalam konteks yang lebih luas, membaca semesta yang kaya akan firman-Nya, membaca tingkah laku dan karakter manusia, membaca setiap fenomena dengan nalar logika dan kekritisan.

MERESPON, setiap ada aksi pasti ada reaksi. Setiap bacaan pasti melahirkan respon balik pembacanya sesuai dengan tingkat kapasitas dan kemampuan yang dimiliki. Merespon kembali dalam bentuk tulisan dengan bahasa sendiri (tidak perlu mengikuti gaya orang,apalagi itu berat bagi kita untuk menirunya) yang ringan dan mengalir apa adanya, tentu semua kita bisa kan? Ubah kebiasaan merespon dalam bentuk suara atau bunyi (celotehan). 

Kekuatan pena seseorang terlihat dari kualitas dan kuantitas apa yang dibacanya, perbendaharaan dan pilihan kata tak luput dari teks apa yang dilahabnya. Jadi terus dan tetaplah membaca agar kekuatan penamu semakin tajam.

21022018 17:03 Kamar 1A3
#IWANwahyudi 
#MariBerbagiMakna 
#InspirasiWajahNegeri 
#KomunitasGerimis 
www.iwan-wahyudi.net

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[KARTINI]

KARTINI, banyak sejarah kehidupannya yang kadang "digelapkan" oleh rezim yang pernah berkuasa di negeri ini. Kartini (1) Sejarah yang ditulis penguasa telah menunggangi pemikiran2 kartini untuk maksud yang sama sekali bertentangan dengan cita2 murni kartini. Kartini (2) Betapa emansipasi dan feminisme dijadikan berhala oleh banyak perempuan Indonesia dengan mengatasnamakan Kartini. Padahal bukan itu yang hendak dicapai kartini. Kartini (3) Kekritisan kartini talah terlihat sejak kecil ketika kebiasaan tempo dulu untuk memanggil guru ngaji ke rumah  untuk mengajar membaca dan menghafal al-qur'an tidak disertai dengan terjemahan,kartini tidak bisa menerima hal tersebut. dia menanyakan makna ayat2 yang diajarkan. Bukan jawaban yang didapat, malah sang guru memarahinya. Kartini (5) Kyai sholeh kemudian tergugah untuk menterjemahkan Al-Qur'an kedalam bahasa jawa. Di hari pernikahan kartini kyai sholeh menghadiahinya terjemahan  Al-Qur'an ( Faizhur Rahma...

[MENOLAK TAKLUK]

Jenderal Soedirman pastinya tau benar akan penyakit komplikasi Tuberkulosis yang merusak paru-parunya dan ia bawa bergerilya keluar masuk hutan hingga harus ditandu naik turun bukit. Saya yakin setiap dokter akan menyarankannya Istirahat. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Soekarno juga bukan orang yang tidak mengerti akan penyakitnya saat menolak operasi ginjal. Namun ia tetap memilih masih menjalankan pemerintahan republik  padahal iya mengalami hipertensi yang dipengaruhi ginjalnya, ginjal kiri tidak berfungsi maksimal sedang fungsi ginjal kanan tinggal 25%. Ada juga penyempitan pembuluh darah jantung  pembesaran otot jantung bahkan gejala gagal jantung. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? RA Kartini tak berhenti berjuang lewat literasi dengan berkorespondensi walau ia kemudian mengalami pre-eklampsia (tekanan darah tinggi saat kehamilan, persalinan atau nifas) saat melahirkan anak pertama dan satu-satunya. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Pernahkan ki...

[SURAT JURU BICARA LISAN DAN HATI]

Setelah mengundurkan diri dari posisi wakil presiden mendampingi Soekarno akibat perbedaan pandangan, bukan berarti membuat hubungan Hatta dengan pasangan dwi tunggalnya itu benar-benar terputus. Persaudaraan dan persahabatan diantaranya tetap berjalan, salah satunya Hatta masih menulis surat-surat masukan pada presiden Soekarno, selain tulisan-tulisannya di koran. Entah apakah surat itu dibaca atau diterima pesan didalamnya. 1902, perempuan 23 tahun ini banyak menuliskan perasaan dan pikiran keseorang wanita dibenua Eropa nun jauh dari Indonesia. Korespondensi mereka tak kurang dari 115 pucuk surat yang kemudian dihimpun menjadi buku "Habis Gelap Terbitlah Terang". Mereka berdua adalah RA Kartini dan Nyonya Rosa Abendanon-Mandri, istri Direktur Pendidikan, agama dan industri Hindia Belanda. Banyak orang yang tidak dapat mengungkapkan perasaan dan masukan secara langsung pada orang lain, hingga diperlukan media pesan dengan secarik kertas. Surat, sebuah saksi pera...