Langsung ke konten utama

[45 HARI MENCARI... ]

Anak kuliahan pasti akan melalui tahapan ini. Kuliah Kerja Nyata alias KKN, aktifitas menyatu dan hidup bersama masyarakat lakukan pengabdian. Saya lebih suka menyebutnya 45 Hari mencari... 

Kenapa? Karena biasanya jangka waktu KKN cuma sebulan setengah alias 45 hari. Aktifitas yang ditunggu saat malam tiba, melingkari angka di kalender yang sudah dilewati hari itu. Ya.. ala lagu Menghitung Harinya Krisdayanti, tapi milenial tau g ya lagu ini?... Biar pada kepo lah. 

Kenapa "Mencari... "? 

Kamu akan dapatin hal-hal yang berbeda dibandingkan pengalaman dikampus, atau pengalaman berbeda walaupun kamu asli dari desa dan KKN didesa. Mulai dari harus kenal teman KKN yang bisa jadi pas pembagian kelompok baru ketemu, bumbu-bumbu konflik alias dinamika kelompok yang mendewasakan, berinteraksi dengan aparat desa dan membantu rutinitasnya syukur-syukur kami bisa jadikan desa digital. Mengangkat produk dan budaya lokal yang belum dilirik dan dipromosiin. 

Mencari ketenangan. Cieee... 
Selama KKN kalian g pusing masuk kuliah, kerjain tugas dari dosen, praktikum, buat laporan termasuk rapat-rapat organisasi kalian yang padat klo dikampus. Dan tempat selfi plus buat konten youtube kalian  bertambah sekarang kan?. Jam makan kalian juga jadi lebih teratur alias perbaikan gizi. 

Nah ada juga yang mencari cinloknya. Cinta Lokasi yang juga banyak melahirkan kekecewaan bagi kamu... kamu kan? he... he... Jangan sekali kali nyoba. Saran saya g usah deh kebanyakan nyakitnya kata teman saya. 

Nah KKN semester ini ada program Merdeka di Kampus Universitas Teknologi Sumbawa (UTS). Waktunya g cuma 45 hari gaeys alias 120 hari di desa. Lama amat. Nah apa yang dicari kalo selama itu? Nanti akan saya posting di tulisan selanjutnya .... 

15012021
#30haribercerita #30hbc2115 #reHATIwan #MariBerbagiMakna #InspirasiWajahNegeri #KKN #IWANwahyudi
@30haribercerita
@inspirasiwajahnegeri
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me