Sejak SMP gerakan separatis mendeklarasikan negara dalam negara cukup gencar terdengar dalam sejumlah berita koran ataupun matapelajaran PPKN (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). Iya, ini bukan baru terjadi saat saya berusia SMP. Namun, sebelumnya sejak masa sesudah kemerdekaan RI banyak juga gerakan semacam itu terjadi.
Status mendeklarasikan negara dalam negara merupakan sebuah pengkhianatan atau pemberontakan menurut saya. Dalam sebuah negara ada negara, apalagi jika negara baru itu sudah melakukan gerakan bersenjata dan mendapat dukungan pengakuan dari negara lain.
Respon dari pemerintah yang sah dalam hal ini Republik Indonesia terhadap gerakan ini menjadi parameter kesungguhannya menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang menjadi amanah perjuangan panjang para pendiri bangsa. Separatisme ini bukan hanya diredam sejenak yang kemudian hari menjadi letupan-letupan yang dapat membahayakan negeri ini, tapi harus diselesaikan dengan tuntas, berkelanjutan dan sungguh-sungguh.
Membicarakan gerakan separatis tentu kita juga harus berkaca dan menelisik penyebabnya. Bukan hal yang tiba-tiba terjadi dan muncul seketika, namun pasti ada pemicunya. Kebanyakan berawal dari ketidakadilan. Porsi pembangunan secara umum dalam hal ini infrastruktur, peningkatan SDM, realisasi janji pada masa lalu terhadap daerah tersebut atau diskriminasi menjadi beberapa penyebabnya.
Menunggu kehadiran pemerintah dalam menyelesaikan ancaman disintegrasi bangsa ini, jauh lebih serius dari ancaman terorisme, korupsi, radikalisme yang selama ini konsen menjadi jualan.
Saya rasa separatisme yang sudah berani tampil diatas tanah seperti mengibarkan bendera didepan publik bahkan di KJRI, mendeklarasikan presiden sendiri merupakan kegagalan intelejen negara dan pemerintah dengan segala instrumen Hankamnas dalam membaca pergerakan separatisme dan mengantisipasi serta menangani yang akan menjurus pada disintegrasi bangsa. Instrumen negara dalam hal ini pemerintah hanya konsen pada hal receh seperti yang dibesarkan oleh para buzzernya seperti kedatangan Habib Rizieq Shihab (HRS)dengan segala pernak-perniknya : berkerumun dan ancaman covid, TNI atas perintah pangdam jaya menurunkan spanduk HRS, parade kendaraan tentara di kediaman HRS.
Komentar
Posting Komentar