Langsung ke konten utama

[MENULIS SETIAP HARI]

"Ketahuilah, sesungguhnya hakikat kita bukan berdiri diatas kaki, melainkan "berdiri" di atas hati kita. Karena itu, kata-kata yang baik akan meninggikan derajat kita hingga ke langit laksana burung yang terbang. Sedangkan kata-kata yang buruk akan mengubur kita hingga kedalam tanah laksana kematian." (Roni Hadi Alimi dalam Bashirah Imaniyah). 

Diantara rintik hujan yang berlomba jatuh ke bumi kemarin pagi, dan sesak dunia maya dengan banjir dua hari berturut-turut, datang petugas pos membawa paket buku dari Aceh Barat Daya ke "Rumah Merpati". Akhirnya sepekan menunggu terbayar dengan lembar-lembar goresan pena seorang penghulu di keempat judul bukunya. 

Pagi hari sebelum memulai aktifitas kantornya (KUA) merupakan salah satu waktu favoritnya untuk menulis, tentang berbagai hal tentu dengan gayanya yang khas dan latar belakang pendidikannya yang alumni Al-Azhar Kairo Mesir. Diksi dan pilihan katanya sangat renyah dinikmati apalagi dengan kekayaan kosakata melayunya. 

Saya baru sebulan berteman dengan beliau di Facebook. Setiap hari ada saja yang ditulis dan diposting untuk dibagi. Siapapun dan berapapun yang akan membacanya. Menulis harian seperti beliau ini, saya banyak belajar dan terinspirasi sebelumnya dari Dahlan Iskan, Ust Akhmad Arqom , Yusuf Maulana  juga Syamsudin Kadir . 

Seperti apa bertutur di media sosial sedikit banyak mewakili kata hati bahkan karakter seseorang. Walaupun ini dunia maya bukan nyata. 

Terimakasih ust penghulu Roni Haldi  @ronihaldi_alimi atas buku-bukunya yang penuh nutrisi. 

30112021
@inspirasiwajahnegeri
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[KARTINI]

KARTINI, banyak sejarah kehidupannya yang kadang "digelapkan" oleh rezim yang pernah berkuasa di negeri ini. Kartini (1) Sejarah yang ditulis penguasa telah menunggangi pemikiran2 kartini untuk maksud yang sama sekali bertentangan dengan cita2 murni kartini. Kartini (2) Betapa emansipasi dan feminisme dijadikan berhala oleh banyak perempuan Indonesia dengan mengatasnamakan Kartini. Padahal bukan itu yang hendak dicapai kartini. Kartini (3) Kekritisan kartini talah terlihat sejak kecil ketika kebiasaan tempo dulu untuk memanggil guru ngaji ke rumah  untuk mengajar membaca dan menghafal al-qur'an tidak disertai dengan terjemahan,kartini tidak bisa menerima hal tersebut. dia menanyakan makna ayat2 yang diajarkan. Bukan jawaban yang didapat, malah sang guru memarahinya. Kartini (5) Kyai sholeh kemudian tergugah untuk menterjemahkan Al-Qur'an kedalam bahasa jawa. Di hari pernikahan kartini kyai sholeh menghadiahinya terjemahan  Al-Qur'an ( Faizhur Rahma...

[MENOLAK TAKLUK]

Jenderal Soedirman pastinya tau benar akan penyakit komplikasi Tuberkulosis yang merusak paru-parunya dan ia bawa bergerilya keluar masuk hutan hingga harus ditandu naik turun bukit. Saya yakin setiap dokter akan menyarankannya Istirahat. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Soekarno juga bukan orang yang tidak mengerti akan penyakitnya saat menolak operasi ginjal. Namun ia tetap memilih masih menjalankan pemerintahan republik  padahal iya mengalami hipertensi yang dipengaruhi ginjalnya, ginjal kiri tidak berfungsi maksimal sedang fungsi ginjal kanan tinggal 25%. Ada juga penyempitan pembuluh darah jantung  pembesaran otot jantung bahkan gejala gagal jantung. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? RA Kartini tak berhenti berjuang lewat literasi dengan berkorespondensi walau ia kemudian mengalami pre-eklampsia (tekanan darah tinggi saat kehamilan, persalinan atau nifas) saat melahirkan anak pertama dan satu-satunya. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Pernahkan ki...

[SURAT JURU BICARA LISAN DAN HATI]

Setelah mengundurkan diri dari posisi wakil presiden mendampingi Soekarno akibat perbedaan pandangan, bukan berarti membuat hubungan Hatta dengan pasangan dwi tunggalnya itu benar-benar terputus. Persaudaraan dan persahabatan diantaranya tetap berjalan, salah satunya Hatta masih menulis surat-surat masukan pada presiden Soekarno, selain tulisan-tulisannya di koran. Entah apakah surat itu dibaca atau diterima pesan didalamnya. 1902, perempuan 23 tahun ini banyak menuliskan perasaan dan pikiran keseorang wanita dibenua Eropa nun jauh dari Indonesia. Korespondensi mereka tak kurang dari 115 pucuk surat yang kemudian dihimpun menjadi buku "Habis Gelap Terbitlah Terang". Mereka berdua adalah RA Kartini dan Nyonya Rosa Abendanon-Mandri, istri Direktur Pendidikan, agama dan industri Hindia Belanda. Banyak orang yang tidak dapat mengungkapkan perasaan dan masukan secara langsung pada orang lain, hingga diperlukan media pesan dengan secarik kertas. Surat, sebuah saksi pera...