Hidup ini sejatinya rangkaian perjalanan-perjalanan yang kemudian bermuara pada kematian sebagai pembatas perjalanan selanjutnya menuju keabadian.
Jika hidup adalah perjalanan, maka mentalitas yang harus dibangun ibarat seorang musafir. Bukan pola hidup mereka yang bermukim atau tinggal berdomisili. Para musafir setidaknya harus menyadari ini agar orientasinya adalah tujuan akhir perjalanan bukan tempat-tempat persinggahan selama perjalanan. Tempat singgah hanya sebagian pengisi waktu jeda sejenak yang akan menambah bekal dan meringankan beban perjalanan.
Musafir selain mengetahui titik finish perjalanan, seharusnya juga memahami peta perjalanan menuju kesana. Memilih jalan yang paling ringkas dan sedikit menghadapi rintangan/hambatan. Jika musafir tersesat ini akan menghabiskan waktu dan energi yang sebenarnya dibutuhkan sepanjang perjalanan, berdampak pada kehabisan logistik ditengah jalan.
Musafir telah cermat mengkalkulasi dan menyiapkan semua kebutuhan. Baik fisik maupun materi. Bekal pikiran, perasaan, jiwa maupun logistik materi. Ia bisa merencanakan seberapa bekal dibutuhkan dan pada titik mana saja bekal dikeluarkan dan diisi kembali pada terminal pengisian.
Musafir dapat mengimajinasikan perjalanannya. Agar mengahdirkan kebahagiaan selama perjalanan. Apa saja yang akan dilalui, dengan siapa saja akan bertemu, apa saja yang dilakukan selama itu dan kenangan apa yang akan diambil dan diingat oleh orang lain dalam proses perjalanan tersebut.
Ramadhan ini bagian dari perjalanan kita sebagai musafir dimuka bumi ini. Jadikan ia sebagai tempat mengambil bekal dan melahirkan kenangan menuju perjalanan keabadian kita.
27052019
#IWANwahyudi
#MariBerbagiMakna
#EnergiRamadhan
#InspirasiWajahNegeri #reHATIwan
www.iwan-wahyudi.com
Komentar
Posting Komentar